https://www.completerehabsolutions.com/blog/em8rv5s3v Apa itu Shifatus Shafwah ?
By : Ibnu Abdul Bari el `Afifi Cheap Xanax Bars For Sale
Suatu hari, ketika membuka www.oaseimani.com ada kalimat tanya yang ditulis oleh pembaca di kolom search, yaitu, “Apa itu shifatus shafwah?”. Jujur, kata-kata itu membuat saya tersenyum, benar juga; sebenarnya, apa sih shifatush shafwah itu? bagi teman-teman yang tidak biasa berkecimpung dengan buku-buku turats, tentu mendengar “Shifatus shafwah” sangatlah asing, kecuali pembaca setia blog ini, www.oaseimani.com (he he he). Jangankan teman-teman non-Ma`had, teman-teman Ma`hadi pun belum tentu pernah membacanya karena buku ini memang tebal; empat jilid dengan masing-masing halaman; 775, 533, 383 dan 448 halaman. Total keseluruhan, buku 4 jilid ini memiliki 2.159 halaman. (kueren! kapan ya punya buku aslinya? dan siapa pula ya penulis yang sudi meringkaskan buku ini untuk saya; p)
Ketika saya mencoba mencari di google pun, tidak ada yang menjelaskan apa sebenarnya https://solomedicalsupply.com/2024/08/07/8nkdzi38vm “Shifatush Shafwah” itu. Yang muncul hanyalah sekelumit hikmah yang bersumberkan dari buku yang dimaksud, seperti rubric mutiara hikmah www.oaseimani.com, dan web atau blog lain.
Sebenarnya belum saatnya saya memperkenalkan shifatus shafwah, buku terfaforit yang selalu saya baca berulang-ulang itu. Saya baca berulang-ulang karena saya sudah memiliki –setidaknya- ringkasan buku 4 jilid ini. Ringkasan ini murni inisiatif pribadi yang saya tulis di buku, dan selesai pada tahun 2003 yang lalu. Kemudian karena buku itu sudah agak lusuh, saya kembali menulis ulang pada tahun 2006-an di buku yang berbeda. Dan kini pun, buku yang kedua juga sudah minta diganti, karena terlalu sering dibuka dan dibaca-baca sehingga staples-nya ada yang terlepas. Maklum, saya tidak ingin kehilangan mutiara hikmah yang begitu berharga dari buku shifatus shafwah ini. Saya terlanjur jatuh cinta. : I’m falling in lope ^__^. Semakin sering dibaca, semakin tahu betapa bodohnya saya, semakin sering dibaca, semakin bertambah pula pelajaran berharga yang saya dapatkan, baru-baru dan baru.
Alasan saya, kenapa saat ini belum saatnya saya mempublikasikan sekelumit kisah tentang shifatus shafwah ini adalah karena ingin menunggu moment yang tepat. Tetapi tak apalah, bila ada bocoran terlebih dahulu…;D
Sandoz Xanax Online “Apa itu shifatus shafwah?” Shifatus shafwah adalah buku masterpiece seorang ulama’ ternama abad ke-6, Ibnul Jauzi (509 H-597). Ulama’ yang bernama lengkap Abdurrahman ibn Ali ibn Muhammad ibn Ali ibn Ubaid ibn Abdillah ibn al Qasim Abul Fajar al Baghdadi al Hanbali ini adalah seorang ulama yang dikaruniai kecintaan kepada ilmu, dari semenjak kecilnya. Ia bercerita sendiri, “Sungguh aku adalah seorang lelaki yang diberi rasa cinta terhadap ilmu sejak masih kecil. Maka aku selalu bergelut dengan ilmu. Aku tidak hanya cinta pada satu bidang ilmu tetapi pada semua bidang ilmu, cita-citaku tidak hanya ingin menguasai sebagian ilmu dan mengalahkan ilmu yang lain tetapi semuanya ingin aku kuasai.” Subhanallah, cita-cita yang sangat mulia….,
Penguasaan ilmu ini diraihnya dengan banyak membaca buku. Tulisnya dalam Sha’idu l-Khatir, “Sesungguhnya aku ingin menceritakan bahwa aku tidak pernah kenyang membaca buku. Apabila aku melihat sebuah buku yang belum pernah aku lihat, maka seakan-akan aku berada dalam gudang harta yang sangat berharga. Aku telah mengamati perpustakaan buku-buku wakaf di Madrasah Nizhamiyah. Perpustakaan tersebut memuat 6000 jilid buku. Aku juga mengamati perpustakaan karya-karya Abu Hanifah, perpustakaan karya-karya al Humaidi, perpustakaan Syaikh kami, Abdul Wahab dan Ibnu Nashir, perpustakaan karya-karya Abu Muhammad ibn Khasysyab dan karya-karya lain yang mampu aku capai. Aku katakan bahwa aku telah mempelajari lebih dari 20.000 jilid buku namun cita-citaku masih juga jauh belum tergapai. Aku mengambil faedah dari buku-buku itu dengan mempelajari sejarah bangsa-bangsa, kadar cita-cita mereka, ibadah mereka dan ilmu-ilmu mereka yang indah, sesuatu yang tidak diketahui oleh orang yang tidak mempelajari hal-hal tersebut.”
https://inteligencialimite.org/2024/08/07/3f5pebj2yu
Hasilnya, menakjubkan. Banyak karya yang berhasil beliau telurkan. Diantaranya, al Adzkiya, Tarikhu Umar ibn Khatthab, Taqwimu l-Lisan, Dzammu l-Hawa, Ruhu l-Arwah, Sha’idu l-Khathir, ath Thibbu r-Ruhani, al Mudhisy, Manaqib Ahmad ibn Hanbal, Manaqib Baghdad, an Namus fi Talbis Iblis, Yaqutatu l-Mawa’izh wa l-Mau`izhah, Shifatu s-Shafwah, dan lain-lain.
Dari sekian karya yang beliau tulis, ada buku yang paling menarik bagi saya pribadi. Buku itu tidak lain adalah shifatus shafwah. Buku yang memiliki 4 jilid, dan total semuanya mencapai 2.159 halaman itu memang sangat menarik. Tidak ada kebosanan dalam membaca halaman demi halamannya, lembar demi lembarnya. Ibarat pepantaian yang dipenuhi panorama alam yang menakjubkan, pembaca akan dibuat terpesona dengan semua isinya. Kisah dan hikmah yang tercantum dalam buku ini penuh dengan pelajaran. Semakin nikmat rasanya bisa beranjak dari kisah satu ke kisah yang lain, dari hikmah yang satu ke hikmah selanjutnya. Setiap kisah dan hikmah-nya ibarat waqfah, pemberhentian sejenak, kemudian memaksa kita untuk merenungi diri, dan membandingkan diri kita dengan mereka, serta membisiki diri kita untuk sejenak bermajlis dengan mereka. “Hayya bin nu`minu sa`atan, mari kita menambah keimanan barang sejenak” begitu kekata kisah dan hikmah mereka.
Ya. Buku ini berisikan kisah dan hikmah generasi pilihan. Bisa membacanya ibarat seorang musafir yang kehilangan seluruh perbekalannya kemudian ia mendapatkan oase di tengah padang sahara yang ganas. Ia memberikan harapan, menyuntik semangat dan membumbungkan asa. Begitupula shifatus shafwah, ia menyirami ruh, menjernihkan kalbu dan menghidupkan hati. Benar. Buku yang dikategorikan sebagai buku akhlaq wa r-riqaq ini memang bak oase di tengah padang sahara yang terik. Kehadirannya menyejukkan hati-hati yang dahaga tambahan iman. Begitu nikmat. Begitu lezat. Nikmat dan lezat yang tak terlukiskan.
Beberapa kisah berikut ini bisa menjadi bukti betapa berharganya buku Shifatus Shafwah ini.
Dari Abu Nuh al Anshari berkata, “Pernah terjadi kebakaran di rumah Ali ibn Husain, sedangkan pada saat itu beliau sedang bersujud. Orang-orang meneriakinya, “Ya ibna Rasûlillah, annâr.., Ya ibna Rasûlillah, annâr.., wahai cucu Rasululloh, api..api…wahai cucu Rasululloh, api…api…” tetapi beliau tidak mengangkat kepalanya hingga api itu padam. Kemudian ada yang bertanya, “Ma l-ladzî alhâka `anhâ, apa yang membuatmu lalai dengan api itu?” beliau menjawab enteng, “Alhatnî `anha n-nâru l-ukhrâ, ada api lain yang membuatku lalai, yaitu api neraka.” Subhanallah, kekhusyukan yang menakjubkan bukan ?
Dari Muhammad ibn Ali al Harbi berkata, Aku mendengar Sari as Saqathi berkata, “Hamidtullâha marratan wa anâ astaghfirullâha min dzâlika l-hamdi mundzu tsalâtsîna sanatan, aku pernah bertahmid satu kali tetapi karena tahmid itu aku justru beristighfar semenjak tiga puluh tahun yang lalu.” Ada yang bertanya, “Wa kaifa dzâlika, kok bisa begitu, apa pasalnya?” beliau menjawab, “Kâna lî dukkânun wa kâna fîhi matâ`un fa waqa`a l-harîqu fî sûqina fa qîla li fa kharajtu ata`arrafu khabara dukkânî, fa laqîtu rajulan fa qâla absyir fa inna dukkânaka qad salima fa qultu alhamdulillâhi, tsumma tafakkartu fa raituhâ khathî’atan, aku punya toko yang berisikan permata, lalu terjadi kebakaran di pasar kami, kemudian aku diberitahu tentang kebakaran itu. Akupun pergi keluar mencari kabar tentang tokoku, lalu aku bertemu seorang lelaki yang berkata, “Bergembiralah karena toko anda selamat.” Akupun berucap Alhamdulillah, tetapi kemudian aku merenung dan menganggap bahwa aku berbuat kesalahan.” Ah, beristighfar karena khawatir tahmidnya adalah bentuk bahagianya diatas kesedihan dan penderitaan saudara-saudarnya yang tokonya terbakar.
Ahmad ibn al Fath berkata, Aku mendengar Bisyr ibn al Harits bercerita, “Pada suatu hari Kahmas keluar dengan membawa dinar, lalu dinarnya terjatuh dan beliau mencari dan menemukannya, tetapi beliau meninggalkannya dan berkata, “La`alla hâdza d-dinâra ghairu dzâka d-dînâri, bisa jadi dinar ini bukan dinarku yang jatuh tadi.” Beliau juga pernah memakan ikan, lalu beliau mengambil tanah dari dinding tetangganya untuk mencuci tangannya, lalu berkata, “Ana l-yauma mundzu arba`îna sanatan abkî `alâ dzâka t-thîni lima akhadztuhu bi ghairi `ilmihi, pada hari ini aku menangisi tanah itu sejak empat puluh tahun yang lalu, mengapa aku mengambilnya tanpa sepengetahuan pemiliknya?”
Yusuf bin Athiyah ash Shaffar, dari Malik bin Dinar berkata, “Man dakhala baitî fa akhadza minhu syai’an fa huwa lahû halâlun, ammâ anâ fa lâ ahtâju ila quflin wa lâ ilâ miftâhin, Barangsiapa yang memasuki rumahku kemudian mengambil sesuatu di dalamnya maka ia halal baginya. Aku sudah tidak membutuhkan gembok dan kunci.” Subhanallah…, Yusuf bin Athiyyah melanjutkan, bahwa Malik bin Dinar pernah mengambil tanah berkerikil dari masjid dan berkata, “La wa didtu anna hâdzihi ajza’atni fi d-dunyâ mâ isytu, lâ azîdu `alâ masshiha mina t-tha`âm wa lâ s-syarâbi, Aku suka kalau tanah berkerikil ini mencukupiku selama aku masih hidup di dunia. Untuk menghabiskannya, aku tidak perlu tambahan makanan dan minuman.” Allah…,
Abdullah bin Marzuq berkata, Telah sampai kepadaku bahwa pada suatu hari Malik bin Dinar memasuki kuburan, di mana ada lelaki yang sedang dimakamkan. Beliau datang hingga berdiri di atas kuburan. Beliau melihat lelaki yang sedang dimakamkan tersebut, lalu beliau berkata, “Mâlik, ghadan hâkadzâ yashîru wa laisa lahû syai’un yatawassaduhu fî qabrihi, Malik, besok juga akan seperti ini. Tidak ada sesuatupun yang dijadikan bantal dalam kuburnya.” Beliau berulang-ulang mengatakan, “Ghadan, Mâlikun hakadzâ yashîru, Besok Malik juga akan seperti ini” sehingga beliau pingsan di tengah kuburan. Manusia membawanya pulang ke rumahnya dalam keadaan pingsan.
Abdul Malik bin Qarib berkata, Seorang lelaki shalih dari penduduk Bashrah bercerita kepadaku, “Pernah terjadi kebakaran di rumah Malik bin Dinar, lalu beliau mengambil mushaf dan selimut beludru untuk dikeluarkan. Lalu ada yang bilang, “Wahai Abu Yahya, rumahmu kebakaran.” Beliau menjawab, “Di dalamnya sudah tidak ada apa-apa kecuali keledai betina. Aku tidak peduli ia terbakar.”
Ghassan bin Mufadhal berkata, sebagaian sahabat kami dari Bashrah bercerita kepada kami, “Ada seorang lelaki yang mendatangi Yunus bin Ubaid lalu mengadukan kondisi dan hidupnya yang susah, serta kegalauannya dengan itu semua. Lalu Yunus menanyainya, “Ayasurruka bi basharika l-ladzîi tubshiru bihi mi’atu alfin, Apakah kamu suka bila penglihatanmu ditukar dengan uang seratus ribu?” “Tidak.” “Fa sam`uka l-ladzî tasma`u bihi yasurruka bihi mi’atu ‘alfin, Apakah kamu suka bila pendengaranmu ditukar dengan uang seratus ribu?” “Tidak.” “Fu’âduka l-ladzî ta`qilu bihi yasurruka bihi mi’atu alfin, Apakah kamu suka bila akal yang kamu pergunakan untuk berpikir diganti dengan uang seratus ribu?” “Tidak.” “Fa yadâka yasurruka bihimâ mi’atu alfin, Bagaimana dengan dua tanganmu bila diganti dengan uang seratus ribu?” “Tidak mau.” “Fa rijlâk, Lalu bagaimana dengan kedua kakimu?” beliau terus menyebut berbagai nikmat Allah Azza wa Jalla kepadanya, lalu beliau menasehatinya, “Arâ laka mi’ataini ulûfan wa anta tasykû l-hâjah, Aku melihat kamu memiliki ratusan ribu namun engkau mengadukan kebutuhanmu?.”
Dan kisah-kisah menakjubkan lainnya sangat banyak, seperti kisah Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husain yang selalu memberi harta kalau ada yang mengatainya karena bahagia dengan pahala yang diberikan oleh orang yang mengatainya, kisah Abu Sulaiman ad Darani yang dibangunkan bidadari ketika tertidur dalam shalat malamnya sehingga kata-kata romantic bidadari selalu terekam kuat di pendengaran dan hatinya, “Duhai kekasihku…., Duhai sayangku….,Duhai permata hatiku…..,Apakah kedua matamu tidur padahal aku selalu menantimu di tempat pingitanku selama sekian tahun lamanya (dalam riwayat lain 500 tahun) ?”, atau kisah Ayyub as Sukhtiyani yang selalu menangis setiap kali mendengar hadits Rasululloh dibacakan, karena teringat dengan baginda Rasul Mulia, Muhammad, dan kisah-kisah menarik lainnya.
Selain kisah, mutiara hikmah yang berlimpah ruah juga disajikan oleh Ibnul Jauzi dalam buku yang fenomenal itu, Shifatus shafwah. Berikut diantaranya,
Dari Dhahak ibn Muzahim berkata, Abdullah ibn Mas`ud berkata, “Kalian hanyalah seorang tamu, dan hartanya adalah barang pinjaman. Seorang tamu akan pergi berlalu dan barang pinjaman itu akan dikembalikan kepada si empunya.”
Dari Ibrahim ibn Asy’ats berkata, Sufyan ibn Uyainah pernah berkata kepada kami, “Ada yang mengatakan bahwa manusia yang paling besar penyesalannya pada hari kiamat kelak ada tiga; orang yang memiliki budak namun pada hari kiamat kelak amalan budaknya lebih baik daripada amalannya, orang yang memiliki harta namun ia tidak mensedekahkannya lalu ia mati kemudian hartanya diwariskan kepada ahli warisnya lalu mereka mensedekahkannya, dan orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya, lalu ia mengajarkan ilmunya kemudian ia (orang yang belajar darinya) mengamalkannya.”
Abdurrahman ibn Mahdi berkata, “Kalaulah bukan karena aku benci Allah dimaksiati, niscaya aku berangan agar tidak ada seorangpun dari penduduk mesir ini kecuali ia mengata-ngatai dan mengghibahku. Adakah sesuatu yang lebih menggembirakan selain dari kebaikan yang didapatkan oleh seorang hamba di catatan amalnya pada hari kiamat kelak, padahal ia tidak mengerjakannya dan ia pun tidak tahu-menahu apa-apa.”
Abu Bakar ibn Rasyid berkata, Aku mendengar Abu Dawud berkata, “Aku menulis 500.000 hadits dari Rasululloh, dan aku pilih sebagaimana yang ada pada kitab sunan ini. Aku kumpulkan 4.800 hadits di dalamnya dengan menyebut hadits yang shahih, dan yang serupa atau yang mendekati shahih. Manusia cukup memilik 4 hadits untuk agamanya dari 4.800 hadits tersebut: Pertama, sabda Nabi, “al A`malu bin n-niyyati, Amalan itu bergantung niat.” Kedua, sabda Nabi, “Min husni islami l-mar’I tarku mâ lâ ya`nih, Diantara kebaikan keislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.” Ketiga, sabda Nabi, “Lâ yakûnu l-mu`minu mu`minan hattâ yardhâ li akhîhi ma yardhâhu li nafsih, Seorang mukmin tidak akan sempurna imannya hingga ia ridha kepada saudaranya sebagaimana ia ridha kepada dirinya sendiri.” Dan keempat, sabda Nabi, “al Halâlu bayyinun wa l-harâmu bayyinun wa baina dzâlika umûrun musytabihâtun, Yang halal sudah jelas, dan yang haram juga sudah jelas. Dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat (meragukan).”
Abdullah al Abdi berkata, Ja’far pernah bercerita kepada kami dari Malik berkata, “Sesungguhnya di beberapa al Kitab, Allah Azza wa Jalla berfirman, “Sesungguhnya hal teringan yang Aku perbuat kepada orang alim yang mencintai dunia adalah Aku mengeluarkan kenikmatan berdzikir kepada-Ku dari hatinya.”
Hikmah di atas hanyalah setitik embun dari lautan hikmah shifatus shafwah. Pasalnya, ada ratusan, bahkan ribuan hikmah yang tertuliskan dalam buku ini, mulai dari Rasul Mulia, Muhammad shallalahu `alaihi wa sallam, para shahabat, tabi`in dan tabi`ut tabi`un, serta para fuqaha, ulama dan ahli ibadah setelah tiga generasi utama. Oleh karenanya, tidak berlebihan bila buku ini harus dibaca oleh kaum muslimin, dan dijadikan referensi oleh mereka, setelah al Qur’an dan al Hadits, tentunya. Karena selalunya, dan sampai kapan pun, buku https://www.clawscustomboxes.com/3hpwp2uf08x “Shifatus Shafwah” ini akan menjadi rujukan kaum muslimin. Wallahu A`lam.
Akhukum fillah, Ibnu Abdul Bari el `Afifi.