Can I Buy Xanax Uk Hukmu al-‘Uthuraat al-Kuhuliyah https://merangue.com/itz0it1z7
Xanax Online India Penulis Nashir bin Hamd al-Fahd
Segala puji bagi Allah, shalawat dam salam semoga tercurah kepada Rasulullah.
https://mandikaye.com/blog/grsxj2b77 Tulisan yang ada di hadapan anda adalah kajian ringkas yang memaparkan dalil-dalil tentang haramnya jual beli dan memakai minyak wangi yang di dalamnya ada unsur alkohol yang memabukan.
Dalil pertama
https://foster2forever.com/2024/08/iysyjc6wr5k.html Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءاَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأَنصَابُ وَاْلأَزْلاَمُ رِجْسُُ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَآءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللهِ وَعَنِ الصَّلاَةِ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُون َ. وَأَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَاحْذَرُوا فَإِن تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّمَا عَلَى رَسُولِنَا الْبَلاَغُ الْمُبِينُ
.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, ( berkorban untuk ) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). Dan ta’atlah kamu kepada Allah dan ta’atlah kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang” (QS. 5:90-92).
Ayat-ayat di atas dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan https://blog.extraface.com/2024/08/07/tlwrx57 minyak wangi jenis ini, berdasarkan dua hal dibawah ini: Pertama, Allah berfirman (Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu), ini adalah perintah untuk meninggalkannya secara mutlak. Dalam perintah tersebut Allah tidak mengaitkannya dengan suatu apapun, dengan demikian perintah tersebut menunjukan wajibnya meninggalkan hal-hal yang memabukan dan larangan untuk memanfaatkannya secara mutlak, sampai untuk keperluan selain diminum.
Imam al-Qurthubi[1] berkata, “Ketujuh, firman Allah (Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu), implikasi hukumnya adalah tuntutan untuk meninggalkan khamer (minuman keras) secara mutlak, dan tidak boleh memanfaatkannya untuk apapun dengan cara apapun. Tidak untuk diminum, diperjualbelikan, diolah menjadi cuka, tidak untuk obat dan keperluan lainnya. Semua hadits-hadits tentang khamr menunjukan hal ini.
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah[2] berkata, “Telah menjadi maklum, ketika ada perintah untuk menjauhi khamr, maka haram mendekatinya dengan cara apapun. Tidak boleh menjadikannya sebagai sumber penghasilan, tidak boleh diminum walaupun sedikit. Bahkan Rasulullah memerintahkan -para sahabat- untuk menumpahkannya, memecah bejana-bejananya, memecah tong penampungnya, melarang mengolahnya menjadi cuka walaupun khamr tersebut milik anak yatim (warisan dari orang tua) yang dibeli sebelum adanya pengharaman khamr.
Oleh karena itu, benarlah apa yang diriwayatkan dari Imam Ahmad dan Ibnu Mubarak bahwa tidak ada kemuliaan sedikitpun di dalam khamr, baik yang telah menjadi cuka atau khamr jenis lainnya”. Beliau juga berkata[3], “Allah telah memerintahkan –kaum muslimin- untuk menjauhi khamer, maka tidak boleh menjadikannya sebagai sumber penghasilan. Dan sama sekali tidak layak bagi seorang muslim menyimpan khamer di rumahnya”. As-Syingkiti[4] berkata, “Oleh karena itu benda memabukan ini, yang hari ini telah menjadi musibah secara umum dengan menjadikannya sebagai Buy Alprazolam Canada minyak wangi, Ad-Dariji menyebutnya sebagai al-kulaniya (dokolonyo atau eau de cologne), adalah benda najis yang tidak boleh digunakan untuk shalat[5].
Larangan ini dikuatkan dengan firman Allah tentang benda memabukan ini (Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu), perintah Allah dalam ayat ini menuntut untuk meninggalkannya secara mutlak. Tidak boleh dimanfaatkan dengan cara apapun, sebagaiman pendapat Imam Al-Qurthubi dan Imam lainnya, “Jelas Bagi orang yang berakal, bahwa siapa saja yang memperjualbelikannya, memakainya dan menjadikannya sebagai sumber penghasilan, berarti dia tidak memenuhi perintah Allah dengan sebenar-benarnya. Yaitu perintah untuk menjauhinya secara mutlak. https://oevenezolano.org/2024/08/j42savn3m0n
Kedua, Allah mensifati khamer dengan sifat najis. Pensifatan ini menunjukan bahwa https://udaan.org/226hkt9cnsw.php minyak wangi adalah haram bila ditinjau dari dua hal: 1. Ayat tersebut menunjukan bahwa khamer itu najis ‘aini (najis bendanya), sebagaimana mazhab para ‘Ulama. Tidak boleh menggunakannya – melumuri badan atau baju- untuk shalat, dan juga selain untuk shalat tanpa ada kebutuhan. 2. Tidak pantas bagi seorang hamba muslim yang taat pada Allah memakai wewangian dan berhias dengan benda yang telah disifati najis dan bentuk perbuatan syaitan oleh tuannya yaitu Allah sendiri –sampai seandainya najis yang dimaksud adalah hukumnya bukan hakikatnya-.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam As-Singkiti, “Tidak layak bagi orang yang adil melumuri badan dengan wewangian jenis ini, menikmati keharumannya, mempercantik diri dengan https://transculturalexchange.org/1kfqbqfxs minyak wangi jenis ini, karena ia merupakan benda yang memabukan. Allah telah menjelaskan dalam kitab-Nya bahwa khamer adalah najis. Maka lebih tidak layak lagi seorang muslim menggunakannya setelah ia mendengar keterangan dari Rab-nya bahwa benda tersebut adalah najis”.
Dalil kedua
Riwayat tentang larangan jual beli khamer dan memakan uangnya, derajat haditsnya sampai pada derajat mutawatir. Disebutkan di dalam shahihaini, dari hadits Jabir, bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah melarang jual beli khamer, bangkai, babi, dan patung”. Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah, bahwa Nabi bersabda, “Diharamkan jual beli khamer”. Imam Ahmad dan lainnya meriwayatkan hadits dari Tamim Ad-Dari, bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya khamer itu haram menjualnya dan –memakan- harganya”.
Telah disebutkan dari banyak jalur bahwa Rasulullah melaknat orang yang menjual khamer dan membelinya. Imam At-Tirmidzi –dengan lafadz darinya- dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa ia berkata, “Rasulullah melaknat sepuluh hal dalam khamer, orang yang memerasnya, orang yang minta diperaskan, orang yang meminumnya, orang yang membawanya, orang yang meminta dibawakan, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang memakan hasil penjualannya, orang yang membelinya dan orang yang minta untuk dibelikan”.
Hadits ini juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ibnu ‘Umar dengan lafadz yang hampir sama. Dan hadits tentang pembahasan ini sangatlah banyak.
Ibnu Qayim[6] berkata, “Termasuk yang diharamkan dalam jual beli khamer adalah; semua jenis benda yang memabukan baik berupa benda cair, pdat, juice atau dalam bentuk masakan”. Ulama yang lain juga berkata demikian. Inilah petunjuk yang ada dalam hadits-hadit dan nash-nash tentang khamer.
Termasuk diharamkan juga, khamer yang telah diolah, atau dicampur dengan benda lain, seperti minyak wangi yang dicamput benda-benda memabukan. Selama benda-benda tersebut belum berubah menjadi benda yang dibolehkan, maka hukumnya sama seperti hukum khamer, baik sedikit atau banyak. Telah disebutkan banyak hadits dari berbagai jalur yang terdapat dalam kitab-kitab sunan dan lainnya, bahwasannya Rasulullah bersabda, “Apa-apa yang banyaknya memabukan, maka sedikitnya pun haram”. Masalah ini telah jelas bagi mereka yang tidak menuruti hawa nafsunya.
Dalil ketiga
Rasulullah telah melaknat dzat khamer. Sebagaiman diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu ‘Umar, bahwa Rasulullah bersabda, “Allah melaknat khamer, orang yang memerasnya, orang yang minta diperaskan, …”. Dalam riwayat lain dari Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan secara marfu’, Rasulullah bersabda, “Aku telah melaknat dzat khamer”. Suatu benda yang telah dilaknat oleh Rasulullah, maka tidak pantas untuk dimafaatkan oleh orang muslim, baik dengan menjualnya, membelinya, memakainya atau menjadikannya sebagai sumber penghasilan.
Dan https://www.completerehabsolutions.com/blog/aen347xxj minyak wangi yang mengandung bahan memabukan jenis ini, termasuk dalam kategori benda yang dilaknat. Rasulullah bersabda –sebagaimana telah disebutkan dalam shahih Muslim- tentang seekor onta yang telah dilaknat oleh pemiliknya, beliau bersabda, “Ambilah barang-barang yang ada dipunggungnya, dan lepaskanlah dia karena dia telah dilaknat –oleh pemiliknya-“.
Dalam riwayat lain disebtukan, “Jangan kalian bawa bersama kami onta yang telah dilaknat”. Dalam hadits Jabir, yang terdapat dalam shahih Muslim, bahwasannya Rasulullah bersabda kepada orang yang telah melaknat ontanya, “Turunlah darinya, jangan kamu bawa bersama kami sesuatu –onta- yang telah dilaknat”. Hadit ini menjelaskan bahwa Rasulullah melarang menjadikan onta yang telah dilaknat sebagai teman perjalanan.
Ibnu Hibban mengomentari hadits di atas, “Perintah Rasulullah untuk meninggalkan kendaraan yang telah dilaknat adalah perintah yang belum diketahui sebab-sebabnya. Dan pada hakikatnya sebab larangan Rasulullah itu karena pemilik onta memiliki do’a yang mustajab. Maka ketika diketahui bahwa orang yang melaknat kendaraannya memiliki do’a yang mustajab, kami suruh ia meninggalkan kendaraannya. Dan ilmu ini –khusus bagi Rasulullah, pent- tidak bisa didapatkan seseorang pun, dikarenakan wahyu telah lama terputus –maksudnya Nabi mengetahui bahwa do’a orang yang melaknat adalah mustajab dari Allah-, dan hal ini tidak boleh dipraktekan seorangpun”.
Jika Rasulullah menyatakan demikian dan melarang menjadikan sesuatu yang telah dilaknat menjadi teman, padahal asalanya ia mubah, dan pelaknatnya adalah orang biasa selain beliau yang tidak pernah mendapat wahyu dan syari’at. Lalu bagaimana dengan perintah untuk meninggalkan sesuatu yang telah dilaknat sendiri oleh Rasulullah dan perintah tersebut juga berdasar wahyu dari langit?.
Dalil keempat
Rasulullah melarang menyimpan khamer untuk dijadikan cuka. Imam Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata, “Rasulullah ditanya tentang khamer yang diolah menjadi cuka, beliau menjwab, “tidak boleh”. Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa Abu Thalhah bertanya kepada Rasulullah tentang anak yatim yang mewarisi khamer –dari orang tuanya-, beliau bersabda, “Tumpahkanlah khamer tersebut”, Abu Thalhah berkata, “Bagaiman jika saya olah menjadi cuk?”. Beliau menjawab, “Tidak”. Riwayat ini juga diriwayatkan dari ‘Umar, bahkan ada yang mengatakan bahwa ia –larangan mengolah khamer menjadi cuka- adalah ijma’ sahabat[7].
Mayoritas ‘Ulama berpendapat, jika ada seorang muslim yang menyimpan khamer untuk diolah menjadi cuka, maka cuka tersebut tidak boleh dikonsumsi. Hukumnya sama sebagaiman khamer dalam segi keharaman dan najisnya[8].
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah[9] berkata, “Semua ‘Ulama sepakat, jika khamer dengan idzin Allah berubah menjadi cuka tanpa ada campur tangan pemiliknya, maka ia suci. Dan mereka berselisih pendapat tentang sengaja mengolah khamer menjadi cuka. Dan yang shahih dari pendapat tersebut adalah, ia tidak suci. Sebagaimana diriwayatkan dari ‘Umar bin Khatab, riwayat shahih tentang larangan Rasulullah mengolah khamer menjadi cuka. Karena menyimpannya saja sudah termasuk maksiat, sedangkan suci sendiri adalah nikmat. Maka tidak mungkin maksiat menjadi sebab suatu nikmat”. Cara mengolah khamer menjadi cuka adalah, dengan memberi sedikit cuka atau garam didalamnya, maka dengan sendirinya semua khamer tersebut akan berubah menjadi cuka. Adapun hukum cuka –asalnya- mubah menurut nash dan ijma’.
Jika Rasulullah melarang menyimpan khamer untuk diolah menjadi barang mubah –cuka- dan beliau juga sama sekali tidak mengijinkannya walaupun khamer tersebut milik seorang yatim. Maka semu ini menunjukan bahwa menyimpan dengan tidak merubah dzatnya, melumuri badan dan berhias dengannya dilarang berdasarkan qiyas aula. Saya kir keteranga ini telah gamblang tidak lagi membutuhkan perenungan.
Dalil kelima
Rasulullah memerintahkan secara mutlak untuk menumpahkan khamer dan melarang menyimpannya. Sebagaiman hadit Anas yang telah lalu tentang khamer milik anak yatim warisan dari orang tuanya. Sedangkan dalam riwayat Imam at-Tirmidzi dan Imam lainnya, Rasulullah bersabda, “Tumpahkanlah khamer dan pecahlah tong-tong penyimpannya”. Dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan lainnya, dari Sa’id Al-Khudri, ia berkata, “Kami menyimpan khamer milik anak yatim, maka ketika turun surat al-maidah, aku bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, khamer ini milik anak yatim”. Beliau menjawab, “Tumpahkanlah ia”.
Dan dalil yang menunjukan atas keharamannya adalah perbuatan para sahabat ketika mendengar khabar pengharaman khamer. Ketika itu mereka bersegera menuju tempat-tempat penyimpanan khamer, kemudian menumpahkannya hingga mengalir ke jalan-jalan di Madinah.Riwayat Muslim dari Ibnu ‘Abbas, “Ada seorang laki-laki menghadiahi Rasulullah tempat perbekalan air yang berisikan khamer, maka Rasulullah bertanya padanya, “Apakah kamu belum tahu bahwa Allah telah mengharamkannya?”. Ia menjawab “Belum”. Ibnu ‘Abas meneruskan, maka ia berbisik kepada seorang laki-laki. Kemudian Rasulullah bertanya, “Apa yang kamu bisikan padanya?”. “Aku perintahkan ia untuk menjualnya!”. Rasulullah bersabda, “Barang yang diharamkan meminumnya, menjulnya pun haram”. Kemudian dia membuka tutupnya hingga semua isinya keluar”. Dan masih banyak hadits yang senada. Semuanya menunjukan bahwa wajib menumpahkan khamer dan tidak boleh menyimpannya[10].
Dalil-dalil di atas menunjukan bahwa khamer, walaupun tidak untuk diminum seperti https://sugandhmalhotra.com/2024/08/07/4ugux2awk minyak wangi jenis ini, dilarang untuk disimpan bahkan wajib menumpahkannya. Ibnu Qudamah[11] berkata, “Jika ada cara yang dibolehkan untuk -memanfaatkannya- memulihkannya –menjadi halal- maka tidak mungkin diperintahkan untuk menumpahkannya, melainkan memberi tahu cara tersebut. Apalagi khamer tersebut adalah milik anak yatim, yang mana menggunakan harta mereka secara berlebihan adalah dilarang”.
Imam Al-Qurthubi berkata –tentang mengolah khamer menjadi cuka-, “Jumhur ‘Ulama berpendapat, bahwa tidak boleh seorangpun mengolah khamer menjadi cuka. Seandainya boleh mengolahnya, Rasulullah tidak akan membiarkan seorang laki-laki membuka tempat perbekalan air yang diisi khamer hingga seluruh isinya tertumpah, karena cuka sendiri merupakan harta, dan membuang harta adalah dilarang. Dan –secara logika- tidak ada seorangpun yang mengatakan, bila seorang muslim menumpahkan khamer berarti dia telah menghancurkan hartanya. Sebagaiman ‘Utsman bin Abi Al-Ash juga telah menumpahkan khamer milik seorang anak yatim”.
Dalil keenam
Rasulullah melarang berobat dengan khamer, atau menjadikannya campuran obat. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Thariq bin Suwaid, ia bertanya kepada Rasulullah tentang khamer dan Rasulullah melarangnya, ia berkata, “Saya membuatnya untuk obat”, Rasulullah bersabda, “Ia bukan obat, tetapi penyakit”. Di dalam riwayat Ahli sunan, beliau di tanya tentang khamer yang dijadikan –campuran- obat. Dalam kitab as-sunan, dari hadits Abi Hurairah, bahwasannya “Rasulullah melarang obat yang kotor”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abi Darda, bahwasannya Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat, Allah telah menentukan bagi tiap-tiap penyakit obatnya, maka berobatlah kalian, dan jangan berobat dengan barang haram”. Hadits-hadtis senada, banyak didapatkan dan masyhur.
Telah diketahui bersama, bahwa Islam memberikan rukhshah (keringanan) bagi yang membutuhkannya, yaitu sesuatu yang tidak diberikan bagi yang tidak mempunyai kebutuhan. Dan dibolehkan bagi orang yang mempunyai kebutuhan mendesak, sesuatu yang tidak dibolehkan bagi selainnya. Orang yang sakit mempunyai rukhshah untuk memakan makanan yang tidak boleh dimakannya ketika ia dalam keadaan sehat.
Berdasar kenyataan di atas, maka larangan menjadikan khamer sebagai obat atau campurannya, padahal yang memakai obat ini adalah mereka yang sedang dirundung sakit, menunjukan bahwa memakainya bagi orang yang tidak membutuhkannya –tidak sakit- lebih dilarang lagi, seperti memakainya untuk tahsiniyah (pelengkap) yaitu berhias. Apalagi Xanax Alprazolam Online minyak wangi tersebut digunakan untuk menggantikan https://nedediciones.com/uncategorized/v82hkolclmc minyak wangi yang dibolehkan oleh Allah –tidak mengandung bahan yang memabukan-.
Dalil ketujuh
Islam mencegah semua wasilah (perantara) yang bisa mengakibatkan mabuk, untuk itu Islam mengharamkan khamer dan melaknat sepuluh hal di dalamnya. Islam memerintahkan untuk membuang –menumpahkannya- khamer, memecah tong-tong penampungannya, dan diharamkan menyimpannya dengan dan untuk apapun sampai untuk diolah menjadi cuka. Dan dilarang juga memeras anggur di dalam bejana yang terdapat benda memabukan dan sejenisnya.
Ibnu Qayim[12] berkata, “Allah telah mengharamkan khamer, karena bahayanya lebih besar terhadap hilangnya akal pikiran (kesadaran), dan kita memahaminya. Bahkan Allah mengharamkan walaupun hanya setetes, dan mengharamkannya untuk diolah menjadi cuka serta menghukuminya sebagai suatu yang najis. Dengan alasan sebagai tindakan preventif agar yang setetes itu tidak dihisap, dan larangan menyimpan khamer untuk dijadikan cuka agar ia tidak menyimpannya untuk diminum. Tindakan preventif dari Allah sampai pada melarangnya untuk dijadikan bahan campuran, melarang meminum-minuman yang diperas sebanyak tiga kali, serta melarang memeras anggur di dalam bejana-bejana yang telah digunakan untuk memeras anggur menjadi khamer walaupun ia tidak mengetahuinya, semuannya dengan alasan agar tidak mendekati barang yang memabukan”.
Saddu dzarai’ adalah kaidah ushul yang telah diakui oleh syari’at. Ibnu Qayim[13] berkata, “Apabila Allah telah mengharamkan sesuatu yang mempunyai jalan dan perantara yang dapat menghantarkan padanya, maka jalan dan perantara tersebut juga diharamkan. Hal ini merupakan realisasi dari pengharaman tersebut, pengukuh larangan tersebut, dan agar jangan sampai ada yang coba-coba mendekati hima-nya (batas antara yang halal dan yang haram). Seandainya Allah membolehkan jalan dan perantara tersebut, maka semua itu telah membatalkan hukum atas keharamannya dan menganjurkan hawa nafsu untuk mendekatinya. Dan merupakan hikmah Allah, Allah mengesampingkan –tidak membolehkan- semua itu. Bahkan para penguasa di duniapun demikian. Apabila salah seorang dari mereka melarang tentaranya, rakyatnya atau keluarganya suatu perkara, akan tetapi dia membolehkan untuk melakukan jalan, sebab-sebab dan wasilah yang dapat menghantarkan pada perkara yang dilarang tersebut, sebenarnya dia dengan sengaja telah membatalkan larangan tersebut. Dan dia akan mendapatkan dari rakyat dan pasukannya sesuatu yang berlawanan dengan yang dimaksudkannya –mereka melanggar larangannya-.
Semua orang tahu, bahwa kebanyakan orang fasik malah menjadikan Xanax Bars Online minyak wangi jenis ini sebagai sarana untuk mabuk-mabukan, mereka mengkonsumsinya sebagaiman mereka mengkonsumsi khamer. Seandainya tidak ada mafsadah lain dalam pemakaian Buy Xanax Europe minyak wangi selain mafsadah ini, maka hal ini sudah cukup untuk mengharamkannya.
Dalil kedelapan
Pemakaian khamer untuk campuran https://oevenezolano.org/2024/08/z9m3xjaskt minyak wangi, untuk berhias, untuk merapikan rambut dan semisalnya, bukan untuk diminum, sudah ada sejak zaman sahabat dan tabi’in. Dan mereka juga melarang hal ini.
‘Aisyah ditanya tentang seorang perempuan yang menyisir rambutnya dengan minyak rambut yang mengandung kadar khamer, maka beliau melarang keras hal tersebut. Az-Zuhri berkata, “’Aisyah melarang menyisir (merapikan) rambut perempuan menggunakan bahan yang memabukan”[14].
Ibnu ‘Umar dibertahu tentang para wanita yang merapikan rambut mereka menggunakan khamer, maka beliau berkata, “Semoga Allah menimpakan di kepala mereka al-haashah[15] (alopecia : kerontokan)”[16].
Di sebutkan bahwa para wanita merapikan rambut mereka denga khamer di zaman hudzaifah, maka beliau berkata, “Allah tidak membaguskan mereka”. Dalam riwayat lain, “Mereka berhias dengan khamer, maka Allah tidak membaguskan mereka”[17].
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, bahwa ia mendapatkan bau as-susan[18] dirumahnya, maka ia berkata, “Keluarkanlah ia, najis dan amal perbuatan syaithan”[19].
Larangan merapikan rambut dengan khamer telah diriwayatkan dari ‘Atha, ‘Abdul Karim Al-Jaziri, ‘Amru bin Dinar, ‘Ikrimah berkata, “Janganlah kalian menyisir (merapikan) rambut kalian dengan bermaksiat kepada-Nya”[20].
Ibnu ‘Umar berkata, “Seandainya jemariku aku masukan ke dalam khamer, maka aku tidak suka jika jariku kembali kepadaku”[21].
Ibnu Syaibah meriwayatkan dari Ibrahim, ia berkata, “Mereka benci melapisi (mengecat) sesuatu dengan kerak khamer……….
Diriwayatkan, Jabir bin Zaid ditanya tentang Durdi khamer (kerak khamer), apakah ia boleh dimanfaatkan untuk membersihkan kamar mandi, mengobati luka atau keperluan lainnya?. Ia menjawab, “Ia itu najis, Allah telah menyuruh kita untuk menjauhinya”[22].
Tidak diragukan lagi bahwa khamer yang penggunaannya telah dilarang melalui fatwa para sahabat dan tabi’in di atas, sama dengan jenis minyak wangi yang ada di zaman sekarang. Oleh karena itu hukum minyak wangi sama sebagaiman khamer tersebut.
Dalil kesembilan
Rasulullah telah memerintahkan umat Islam untuk berhati-hati dari barang syubhat. Dalam shahihain disebutkan hadits dari Nu’aim bin Basyir, ia berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya itu ada perkara yang samar-samar, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Maka barangsiapa menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah membersihkan agamanya dan kehormatannya, dan barangsiapa yang jatuh kedalam wilayah yang samar-samar berarti telah jatuh ke dalam perkara yang haram, seperti penggembala yang berada di sekeliling tanah gembalaan, lalu masuk kedalamnya”.
Minimal dalam Order Xanax Fast Shipping minyak wangi jenis ini ada barang syubhat, yaitu barang haram yang memabukan. Rasulullah telah menjelaskan bahwa barangsiapa yang menjauhi syubhat maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya.
Dalil kesepuluh
Pendapat yang benar tentang status khamer menurut para ‘Ulama adalah yang menyatakan bahwa ia najis. Berdasarkan hal-hal berikut ini:
1. Firman Allah dalam mensifati khamer (najis dari perbuatan syaithan). Rijsun dalam bahasa arab yaitu an-najasah (najis) dan setiap kotoran yang tidak disukai manusia[23].
Dikatakan bahwa khamer aslinya adalah kotoran yang berbau busuk[24]. Disebtukan dalam hadits shahih, bahwa Nabi diberi dua buah batu dan satu kotoran untuk beristijmar (bersuci dengan batu), maka Rasulullah hanya mengambil dua batu dan membuang kotoran tersebut seraya bersabda, “Itu adalah riksun atau rijsun : kotoran”. Allah telah mensifati khamer dengan sifat ini, maka hal ini menunjukan bahwa ia adalah najis.
2. Sebagian ‘Ulama berkata, “Berdasar mafhum mukhalafah dari firman Allah (Allah memberi mereka minuman yang suci), berdasar sifat minuman (khamer) yang diberikan kepada penghuni jannah bahwa ia adalah suci, maka khamer dunia tidak demikian. Pendapat ini dikuatkan, bahwa setiap sifat yang diberikan Allah untuk memuji khamer akhirat tidak termasuk di dalamnya khamer dunia”[25].
3. Dan perintah untuk menjauhinya, Allah berfirman (Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu), perintah untuk menumpahkannya, memecah tong-tong penampungannya, bejana-bejananya dan mencuci -bejana-bejana bekas tempat khamer- menunjukan bahwa ia najis. Islam menghukuminya najis, dan belum pernah ada yang dihukumi demikian atau mendekatinya selain masalah kencing[26] . Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Berpegang dengan keumuman perintah untuk menjauhinya sudah cukup untuk menghukuminya najis”[27].
Inilah madzhab ahlu ilmi secara umum, pendapat jumhur ahlul hadits dan imam empat juga demikian[28], juga madzhab para muhakik seperti, Ibnu Taimiyah[29] Ibnu Qayim[30] dan Imam lainnya.
Hanya sedikit ‘Ulama yang menyelisihi pendapat di atas, mereka manjadikan najis khamer adalah najis maknawi bukan najis hissiyah (dzatnya). Bantahan mereka terhadap pendapat jumhur di atas dapat diringkas dalam dua point di bawah ini:
1. Allah mengiringi khamer dalam ayat tersebut dengan judi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib. Semua itu bukan najis dzati walalupun haram digunakan.
2. Ketika para sahabat mendengar berita pengharamannya, maka mereka ramai-ramai menumpahkannya di jalan-jalan Madinah. Jika ia najis kenapa mereka menumpahkannya di jalan-jalan dan pasti Rasulullah akan melarang hal itu.
Argumen pertama mereka dapat dibantah dari dua sisi:
Pertama, Firman Allah (rijsun : najis) menunjukan bahwa khamer najis ‘ain (najis bendanya), tidak ada nash yang bisa menggeser makna ini. Selama tidak ada nash atau ijma’ yang menggeser makna ini, maka hukumnya tetap najis[31]. Tidak ada nash yang mengeluarkan (merubah) najis ‘aini khamer, bahkan semua nash yang ada saling menguatkan satu sama lain bahwa ia najis. Maka pendapat yang dipakai bahwa khamer adalah najis.
Kedua, dalil-dalil lain yang memerintahkan untuk menjauhinya, melaknat dzatnya, memerintahkan untuk menumpahkannya dan larangan untuk menyimpannya, menunjukan bahwa ia najis. Walau secara eksplisit ayat ini tidak menyebutnya najis. Tapi bagaimana mungkin ia tidak najis padahal ayat ini telah menyebtnya sebagi rijsun dan amal syaitha?.
Argumen yang kedua mereka dapat dijawab dan dibantah dari beberapa sisi:
Pertama, alasan ini tidak ada dasarnya. Pada saat itu khamer tidak sampi memenuhi semua jalan di Madinah. Kuantitasnya juga tidak banyak hingga bisa mengalir seperti sunggai yang tidak mungkin bisa dihindari para pengguna jalan akan tetapi hanya mengalir di sebagian kecil jalan yang mungkin sekali dapat dihindari oleh para pengguna jalan[32].
Kedua, kenapa para sahabat menumpahkannya di jalan, karena mereka belum mempunyai lubang-lubang –khusus- yang mungkin untuk membuangnya disitu. Secara umum mereka juga tidak memiliki peralatan yang memadai, sehingga jika diharuskan membuang –jauh- di luar rumah akan memberatkan mereka. Maka konsekwensinya semua itu harus diakhirkan karena ada kewajiban yang harus segera dilakukan[33].
Ketiga, maksud menumpahkannya di jalanan adalah untuk mempublikasikan bahwa ia haram. Jika khabar tentang pengharamannya telah masyhur, maka pengharamannya menjadi semakin sempurna. Dalam hal ini, diambilah mafsadah yang paling ringan di antara dua mafsadah (menuangkannya jalan), untuk mendapatkan mashlahah yang besar dari tersebarnya berita tersebut.
Keempat, Ada kemungkinan khamer tersebut ditumpahkan pada jalan-jalan yang miring hingga dapat dengan mudah mengalir ke rerumputan atau lembah hingga hilang meresap –dengan sendirinya- disana. Kemungkinan ini dikuatkan dengan riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Mardawaih –dengan sanad telah diperbaiki oleh Ibnu Hjar- dari hadits Jabir tentang kisah penumpahan khamer, ia berkata, “Khamer tersebut mengalir hingga menggenangi permukaan lembah”[34].
Kelima, saya tidak menemukan satu orangpun dari ahli ilmu yang mengemukakan pendapat berikut, padahal menurut saya inilah pendapat yang paling kuat :
Jika benar benar khamer mengalir di semua jalan-jalan Madinah, maka tidak lantas dijadikan dalil bahwa ia suci. Karena khamer sangat cepat berubah, ia akan berubah setelah terkena sinar matahari dan angin. Perubahan tersebut menjadikan tanah kembali menjadi suci. Dalam hadits shahih, hadits riwayat Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Di masjid Rasulullah, anjing biasa keluar masuk”, dalam as-sunan disebutkan “dan kencing”, dan tidak pernah kencing tersebut disiram”.
Jika ada yang mengatakan, berdasar hadits ini maka kencing anjing itu suci!!
Maka cara ia berdalil lebih pas daripada orang yang mengatakan khamer tidak najis gara-gara para sahabat menumpahkannya di jalanan. Dalam hadits di atas disebutkan, bahwa anjing biasa keluar masuk masjid Nabawi, kencing di dalamnya dan tidak pernah ada yang menyiramnya, berarti secara dhahir kencing anjing tidak najis alias suci. Tetapi jawaban mereka -tidak sedangkal ini- melainkan jawaban yang lebih pas dan mendalam, mereka mengatakan bahwa sinar matahari dan angin dapat merubah najis menjadi suci. Dan jawaban mereka tentang hadits ini, akan lebih pas lagi jika di terapkan pada kasus penumpahan khamer di jalanan kota Madinah”[35].
Jika jelas demikian, salah satu sebab yang melarang penggunaan Cheapest Xanax Bars Online minyak wangi yang mengandung bahan memabukan adalah karena ia najis. Tidak boleh –haram- seorang muslim menyentuh najis kecuali karena ada kebutuhan –contoh untuk istinja-, sedangkan dalam shalat sama sekali mutlak tidak boleh melumuri badan dengannya kecuali karena dharurah. Alasan karena kebutuhan dan dharurah disini juga terbantahkan dengan sendirinya, karena masalah minyak wangi adalah masalah tahsiniyah –pelengkap- dan terlebih Buy Alprazolam Nz minyak wangi tersebut digunakan untuk mengganti Online Doctor Xanax Prescription minyak wangi yang secara hukum dibolehkan oleh Allah – Xanax Bars 2Mg Buy minyak wangi non Buy Alprazolam alkohol-. Wallahu a’lam. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah.
[1] . Tafsir Al-Qurthubi, 6 : 270[2] . Majmu’ Fatawa 32 : 225[3] . Ibid 21 : 485[4] . Adwaul Bayan, 2 : 129[5] . Insya Allah akan di bahas secara rinci tentang nasnya khamer.[6] . Zadul Ma’ad 5 : 662[7] . Al-Mughni 12 : 58[8] . Tafsir Al-Qurthubi 6 : 271, Al-Mugni 12 : 318 dan Al-Fatawa 12 : 481[9] . Majmu Al-Fatawa 21 : 481[10] . Ibid 24 : 220[11] . Al-Mughni 12 : 518[12] . I’lamul Muwaqi’in 3 : 151[13] . I’lamul Muwaqi’in 3 : 147[14] . Al-Mushanaf, Ibnu Abi Syaibah 5 : 98 dan Al-Mushanaf Abdur Razak 9 : 249[15] . Al-Hashah adalah alat yang digunakan untuk memanasi dan menghilangkan rambut, An-Nihayah Ibnu Atsir 1 : 396[16] . Al-Mushanaf Ibnu Abi Syaibah 5 : 98 dan Al-Mushanaf Abdur Razak 9 : 249[17] . Ibid[18] . Semacam khamer yang digunakan oleh para wanita untuk merapikan rambut mereka, sebagaimana dijelaska dalam sistematika penysusunan bab dalam Al-Mushanaf Abdrur Razak. [19] . Al-Mushanaf Abdur Razak 9 : 250[20] . Ibid 9: 249[21] . Al-Mushanaf Ibnu Abi Syaibah 5 : 97[22] . Al-Mushanaf Ibnu Abi Syaibah 1 : 134[23] . Taj Al-‘Arus 9 : 302[24] . Adwaul Bayan 2 : 127[25] . Ibid 2 : 128 [26] . Al-Muhala 1 : 105, Ahkamul Qur’an, Ibnul ‘Arabi 2 : 656 dan Tafsir Al-Qurthubi 6 : 269[27] . Fathul Bari 10 : 48 [28] . Lihat Al-Mughni 12 : 514, Al-Furu’ 1 : 242, Al-Majmu’ 2 : 562, Mughni Al-Muhtaj 4 : 188, Bidayatul Mujtahid 1 : 76 dan kitab-kitab madzahib lainnya. [29] . Lihat Majmu’ Fatawa 21: 481, 22: 181, 24: 340, 29: 32, 332/225, 24: 206, 204, 198, 214, 212.[30] . Lihat I’lamul Muwaqi’in 3 : 151 [31] . Adwaul Bayan 2 : 129[32] . Tafsir Al-Qurthubi 6 : 269[33] . Ibid 6: 268, Adwaul Bayan 2: 130 [34] . Fathul Bari, 10 : 48 [35] . Al-Fatawa, 22 : 180
[…] […]