Hasan al Bashri rahimahullah menceritakan, “Yunus tinggal bersama seorang Nabi Bani Isra’il. Suatu hari, Allah Ta`ala berfirman kepada Nabi tersebut, “Kirimlah Yunus ke Nainawa –sebuah desa di Mosul, Iraq—untuk memperingatkan mereka akan siksa-Ku.”
Yunus –yang berteramental dan mudah marah- berangkat meski dengan terpaksa. Sesampainya di sana ia menakut-nakuti mereka dan menyampaikan peringatan. Tetapi mereka mendustakannya, menolak mentah-mentah ajarannya, melemparinya dengan batu dan mengusirnya. Yunus langsung pulang.
Nabi Bani Isra’il itu menyuruhnya kembali ke kaumnya dan ia melaksanakannya. Namun, mereka lagi-lagi melemparinya dengan batu dan mengusirnya.
Nabi Bani isra’il tersebut memerintahkannya kembali ke kaumnya, dan ia melaksanakannya. Tetapi, untuk ketiga kalinya, mereka masih mendustakannya. Yunus mengancam mereka dengan adzab tetapi mereka tidak mempercayainya. Tatkala mereka mendustakannya serta kafir kepada Allah, dan mengingkari kitab-Nya, Yunus berdoa kepada Allah meminta adzab untuk mereka, “Tuhanku, kaumku tetap bersikuku kepada kekafiran. Turunkanlah adzab pada mereka!” Allah menjawab, “Aku akan segera menurunkan adzab kepada mereka.”
Yunus cepat-cepat pergi meninggalkan mereka dan memberitahu mereka bahwa adzab akan turun tiga hari lagi. Yunus membawa serta keluarganya, dan naik ke sebuah gunung untuk mengawasi penduduk Nainawa sembari menantikan datangnya adzab. Rupanya adzab benar-benar menimpa mereka, dan Yunus menyaksikannya. Maka mereka pun bertaubat kepada Allah, dan adzab pun diangkat dari mereka.
Saat Yunus tengah asyik melihat pemandangan tersebut, Iblis datang dan menghasutnya, “Yunus, jika kamu kembali ke kaummu, pasti mereka akan mengolok-olokmu dan mendustakanmu.”
Yunus pun pergi dengan memendam amarah kepada kaumnya. Ketika tiba di tepi sungai Tigris, ia naik sebuah kapal. Pada saat kapal berada di tengah-tengah sungai, Allah memerintahnya berhenti, dan dia pun berhenti walau kapal-kapal lain tetap lalu-lalang di kanan-kirinya seperti biasa.
Para penumpangnya bertanya keheranan, “Apa yang terjadi dengan kapal kalian?”
“Kami tidak tahu!” jawab mereka
“Aku tahu!” beritahu Yunus
“Apa yang terjadi dengannya?”
“Di dalamnya ada seorang hamba yang lari dari Tuhannya. Kapal ini tidak akan mau berjalan hingga kalian melemparkannya ke air!”
“Siapa dia?”
“Aku!”
Maka mereka mengenalinya. Namun, mereka buru-buru mengatakan, “Jika orang itu adalah Anda, kami tidak akan melemparkannya. Demi Allah, hanya Andalah yang kami harapkan akan menyelamatkan kami, tidak ada yang lain!”
“Kalau begitu, undilah! Orang yang namanya keluar dalam undian adalah orang yang dilempar!”
Orang-orang tersebut mengadakan undian. Rupanya yang keluar adalah nama Yunus, dan aneh, mereka tidak mau melemparkannya.
Yunus mengatakan, “Kalau demikian, undi lagi!” ternyata yang keluar adalah nama Yunus. Yunus menyuruh mereka mengundi untuk ketiga kalinya. Lagi-lagi nama Yunus yang keluar, “Lemparkan ke air!” pinta Yunus setengah memaksa.
Dalam riwayat lain disebutkan,
“Yunus mengatakan, “Ayo lemparkan aku ke air agar kalian selamat!” orang-orang tersebut bangkit dan menggotongnya walau sebenarnya mereka tidak tega melakukannya. Yunus meminta mereka membawanya ke bagian depan kapal. Ketika mereka hampir melemparkannya, tiba-tiba seekor ikan hiu terlihat sedang membuka mulutnya. Melihat itu, Yunus meminta mereka membawanya ke bagian belakang kapal. Tatkala mereka hampir melemparkannya, hiu tadi ternyata telah bersiap-siap menyambutnya dengan membuka mulutnya. Melihat rongga mulutnya dan kebengisannya, Yunsu menyuruh membawanya ke tengah kapal. Namun hiu tersebut lagi-lagi telah siap memangsanya. Yunus berseru, “Bawa aku ke sisi lain!” ternyata hit tersebut telah membuka mulutnya untuk menerkamnya. Yunus berseru, “Lemparkan aku, dan selamatkan diri kalian. Karena tidak ada keselatan kecuali dari Allah.” Mereka melemparkannya dan hiu tersebut langsung menelannya sebelum ia sampai ke air seraya membawanya masuk ke air.”
Kembali ke riwayat Hasan al Bashri sebelumnya,
“Hiu itu membawanya pergi ke tempat tinggalnya di laut. Lalu dia membawanya ke dasar bumi. Setelah itu ia membawanya keliling ke seluruh lautan yang ada di dunia selama 40 hari. Yunus mendengar tasbih kerikil-kerikil, dan ikan-ikan di lautan. Maka ia membaca tasbih, tahlil dan taqdis. Lalu ia bermunajat, “Tuhanku, di langit tempat-Mu, dan di bumi kekuasaan-Mu dan keajaiban-keajaiban-Mu.
Tuhanku, dari pengunungan Engkau telah menurunkanku, di negeri-negeri bumi Engkau telah memperjalankanku, dan dalam tiga kegelapan Engkau telah memenjarakanku.
Tuhanku, Engkau telah menghukumku dengan hukuman yang belum pernah Engkau pergunakan menghukum seorang pun sebelumku.”
Ketika telah genap 40 hari, dan kesedihan telah meliputinya, ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, “Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah selain Engkau), Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zhalim.” (al Anbiya’ : 87).
Para malaikat mendengar tangisannya, dan mengenali suaranya, maka mereka menangis –karena tangisannya-, begitu pula dengan langit, bumi dan ikan. Mereka semua menangis.
“Wahai malaikat-malaikat-Ku, mengapa kalian menangis?” Tanya Allah Yang Mahaperkasa.
“Duhai Tuhan kami, kami menangis karena kami mendengar suara yang lemah dan pilu yang kami kenali ada di tempat yang asing.”
“Itu adalah hamba-Ku, Yunus, yang telah mendurhakai-Ku lalu Aku memenjarakannya di perut hiu di dalam lautan.”
“Duhai Tuhan kami, apakah dia hamba shalih yang setiap hari selalu menabungkan amal shalih yang banyak itu?”
“Ya.” Jawab Allah.
Lalu para malaikat, langit dan bumi itu memberi syafaat kepada Yunus. Allah memanggil Jibril, dan memerintahnya, “Temuilah hiu yang memenjarakan Yunus di dalam perutnya, dan sampaikan padanya bahwa Aku menyuruhnya membawanya kembali ke tempat ia dulu menelannya untuk kemudian memuntahkannya.”
Jibril berangkat menemui hiu tersebut, dan memberitahunya. Hiu itu langsung bergegas melaksanakannya sembari bermunajat, “Wahai Tuhanku, aku dan seluruh binatang lautan merasa damai di laut karena tasbih hamba-Mu, dan Engkau adalah Dzat yang paling suci baginya. Engkau telah menjadikanku tempatnya shalat dan tempatnya menyucikan-Mu sehinga aku dan air di sekitarku ikut menyucikan-Mu. Apakah Engkau akan mengeluarkannya dari sesudah aku merasakan kedamaian karena kehadirannya?”
“Aku telah memaafkan kesalahannya, dan merahmatinya.” Lanjut Allah, “Muntahkan dia!”
Hiu itu membawanya ke daerah tempat ia menelannya di tepi sungai Tigris. Jibril mendekatinya, dan mendekatkan mulutnya kepadanya, “Assalamu `alaika, Yunus, Allah titip salam untukmu.” Sapa Jibril.
“Selamat datang, wahai suara yang sebelum ini aku khawatirkan tidak akan pernah lagi aku dengar untuk selama-lamanya. Selamat datang, wahai suara yang sebelum ini aku harapkan dekat dengan Tuhanku!” jawab Yunus.
Jibril memerintahkan hiu memuntahkan Yunus. Hiu memuntahkannya dalam sosok laksana seekor anak burung gundul yang berguguran bulunya. Lalu, Jibril pun langsung memeluknya.
Kemudian, di tempat Yunus dimuntahkan, Allah menumbuhkan sebatang pohon labu yang berdaun rindang, dan bisa dijadikan tempat bernaung. Pohon tersebut diperintah menyusui Yunus melalui dahan-dahannya, dan Yunus pun menyusu padanya seperti seorang bayi menyusu pada ibunya.
Dalam riwayat lain,
“Allah mengirimkan seekor kambing gunung yang deras air susunya kepada Yunus yang kondisinya seperti anakan burung. Si kambing gunung menderum di hadapannya, dan memasukkan putingnya ke mulutnya. Yunus mengisapnya persis seperti seorang bayi. Apabila Yunus telah kenyang, kambing tersebut langsung pergi. Dan begitulah. Dia terus-menerus melakukannya hingga kekuatan Yunus pulih, rambutnya tumbuh dan kondisinya normal seperti sebelum ia masuk ke perut hiu. Kemudian serombongan orang melintas, dan memakaikan pakaian yang tebal kepadanya.
Suatu hari, ketika ia tengah tidur, Allah menyuruh matahari membakar pohonnya sehingga ia pun merasakan sengatan panasnya matahari. Yunus kemudian bermunajat dengan menangis, “Duhai Tuhanku, Engkau telah menyelamatkan aku dari berlapis-lapis kegelapan, dan memberiku naungan pohon yang bisa aku jadikan naungan, lalu Engkau membakarnya. Apakah Engkau ingin menelantakanku?”
Jibril mendatanginya, dan memberitahu, “Yunus, Allah menanyaimu, “Apakah kamu yang menanamnya, atau menumbuhkannya?”
“Tidak.” Jawab Yunus.
Maka Jibril menghardik, “Lalu mengapa kamu menangis padahal kamu mengetahui bahwa Allah lah yang memberikannya kepadamu? Dan mengapa kamu meminta Allah membinasakan orang sebanyak 120.000?”
Dalam riwayat Ibnu Abbas, disebutkan,
“Jibril menanyainya, “Kamu menangisi sebatang pohon yang ditumbuhkan Allah untukmu tapi kamu tidak menangisi 120.000 orang lebih yang ingin kamu binasakan hanya dalam satu pagi?” saat itulah, Yunus menyadari dosanya dan meminta ampun, dan dia pun diampuni.”
Dalam riwayat az Zuhri disebutkan,
“Sesudah kekuatannya pulih seperti semula, Yunus ke mana-mana. Lalu ia mendatangi seorang pria pembuat guci, dan menanyainya, “Hai hamba Allah apa pekerjaanmu?”
“Membuat guci dan menjualnya untuk mendapatkan karunia Allah.” Jawabnya.
Allah kemudian mewahyukan kepada Yunus, “Suruh ia merusak gucinya.” Yunus melaksanakannya. Si pembuat guci marah, dan mengatakan, “Kamu orang jahat! Kamu menyuruhku melakukan kerusakan dan memerintahkanku merusak sesuatu yang telah kubuat demi memperoleh hasil?”
Kemudian Allah Ta`ala menanyai Yunus, “Bukankah kamu telah meliaht si pembuat guci itu marah ketika kamu menyuruhnya merusak apa yang telah dibuatnya, dan kamu menyuruh-Ku membinasakan kaummu? Kerugian apa yang akan kamu derita andai orang yang jumlahnya 120.000 lebih itu tetap baik-baik saja?”
Allah Ta`al berfirman, “Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah (yakni, termasuk orang yang mengerjakan shalat sebelum tertimpa bencana) niscaya, ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (ash Shaffat : 143).
Ibnu Abbas mengatakan, “Orang yang mengingat Allah saat makmur akan diingat Allah saat hancur, dan doanya akan dikabulkan. Sedang orang yang tidak mengingat Allah di saat makmur dan mengingat-Nya di waktu hancur, doanya tidak akan dikabulkan. Allah berfirman, “Dan ingatlah (kisah) Dzun Nun (Yunus) ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya) maka ia menyeru dalam kegelapan yang sangat gelap, “Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah selain Engkau). Maha suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang zhalim. Maka Kami telah memperkenankan doanya, dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (al Anbiya’ : 87-88). Yakni, begitulah yang Kami lakukan terhadap orang-orang shalih jika mereka terjerembab dalam kesalahan lalu mereka bertaubat kepada-Ku.” (at Tawwabin, Ibnu Qudamah).
Diambil dari buku, “at Ta’ibuna ilallah, Ibrahim bin Abdillah al Hazimi, terj. Izinkan aku menangis di depanmu, Rabb!.”
Leave a Reply