oleh : Ibnu Abdil Bari el ‘Afifi
Prolog
Ketika membicarakan perjalanan sejarah Islam, kita tidak boleh melupakan momentum paling monumental pada awal mula Islam berkembang. Ia lah zaman pasca Nabi Muhammad meninggal. Ya, mari sejenak kita mengenang jasa Abu Bakar Ash-Shiddiq yang menjadi satu fragmen paling menentukan dalam perjalanan sejarah Islam kemudian, karena ia merupakan masa transisi dari seorang Nabi kepada manusia. Di sinilah letak spesifikasi Abu Bakar yang tak bisa disamai oleh pemeran sejarah lainnya. Peran beliau bisa kita lihat ketika kita menelusuri masalah-masalah rumit yang terjadi pasca meninggalnya Nabi Muhammad. Berikut ringkasannnya;
Berita wafatnya Rasululloh
Kota Madinah bergoncang. Semua penduduknya dirundung duka yang tak terlukiskan, yaitu tatkala tersiar kabar bahwa orang yang paling mereka cinta, Nabi Muhammad, telah meninggal dunia. Semua berbisik bersama kawannya seolah tidak percaya, terlebih Umar bin Khattab, yang karena cintanya kepada Nabi, ia mengancam memotong tangan dan kaki orang yang berani mengatakan, “Nabi sudah meninggal dunia.” Katanya, “Nabi Muhammad hanya pergi bersua rabbnya dan akan kembali sebagaimana Musa yang pergi menghadap rabbnya dan kembali kepada kaumnya setelah 40 hari lamanya.”
Ditengah kekalutan dan goyahnya pendirian para shahabat tentang kematian Rasululloh, datanglah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Setelah mencium kening Nabi di kamar beliau, Abu Bakar keluar seraya berkata, “Siapa yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah bahwa Muhammad telah meninggal dunia, dan siapa yang menyembah Allah, maka ketahuilah bahwa Dia Maha Hidup dan tidak akan pernah mati.” Kemudian ia membacakan firman Allah,
“Muhammad hanyalah seorang Rosul; sebelumnya pun telah berlalu rosul-rosul. Apabila dia mati atau terbunuh kamu akan berbalik ke belakang ? Barang siapa berbalik ke belakang sama sekali tidak akan merugikan Allah tetapi Allah akan memberi pahala kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imran : 144).
Ibnu Abbas mengatakan, “Seolah-olah manusia tidak pernah mengetahui bahwa ayat ini sudah turun sampai Abu Bakar membacakannya sehingga mereka semua menerima meninggalnya Nabi. Tidak ada seorangpun yang mendengarnya kecuali mereka membaca ayat tersebut.”
Tidak ada yang mendengar ayat yang dibacakan Abu Bakar kecuali mereka membenarkan bahwa Rasululloh memang sudah meninggal dunia. Umar yang terkenal sebagai pribadi yang kuat dan ditakuti syetan pun terpukul ketika mendengarnya. Tubuhnya jatuh dan ke dua kakinya tak mampu menyangga tubuhnya laksana pohon korma yang tercabut akar-akarnya. Inilah awal jasa Abu Bakar kepada Islam pasca meninggalnya Nabi Muhammad…,
Pengganti Rasulullah
Tidak berselang lama setelah meninggalnya Nabi, bahkan jasad beliau belum dikuburkan, orang-orang Anshar sudah berkumpul di tempat Saqifah bani Sa’idah untuk mencalonkan Sa’ad bin Ubadah sebagai khalifah. Umar yang mendengar perkumpulan orang-orang Anshar bergegas menemui Abu Bakar dan mengajaknya menemui orang-orang Anshar bersama Abu Ubaidah bin Jarah.
Sesampainya di Saqifah bani Sa’idah, suasana memanas dan tegang lantaran orang Anshar berpendapat, “Dari kami harus ada pemimpin sendiri dan dari kalian ada pemimpin sendiri.” Kondisinya semakin pelik tatkala Umar menghunuskan pedangnya dan membantah pendapat tersebut seraya mengemukakan alasan mustahilnya ada dua kepemimpinan (baca; khalifah) dalam Islam. Terlebih ada sebagian shahabat yang tersulut semangat ashabiyahnya sehingga benih-benih permusuhan antara aus dan khazraj kembali bersemi. Namun dengan ketenangan dan kebijaksanaannya, Abu Bakar berpendapat, “Amir dari kami dan wazir dari kalian.” Seraya menyebutkan betapa berjasanya kaum Anshar dalam menolong dien Allah. Hingga akhirnya Abu Bakar ingin memilih Umar sebagai khalifah namun Umar justru membaiat Abu Bakar dan meminta para shahabat untuk membaiatnya juga. Permasalahan siapa pengganti Rasululloh terlaksana dengan lancar. Hanya Sa’ad bin Ubadah saja yang tidak mau berbaiat.
Menceritakan peristiwa diangkatnya Abu Bakar sebagai khalifah ini, Husain Haikal menyebutkan, “Pertemuan tersebut merupakan peristiwa yang dapat membahayakan masa depan islam selanjutnya seandainya Abu Bakar tidak cepat bertindak dengan sikap tegasnya. Bila tidak terselesaikan, tidak menutup kemungkinan akan terjadi berbagai pertikaian dan pemberontakan di berbagai wilayah Islam. Padahal jenazah pembawa risalah agung sendiri, saat itu belum dikebumikan dan masih terbujur di rumahnya.”
Memerangi Kaum Murtadin
Pasca wafatnya Rasulullah saw, timbul kegoncangan di semenanjung Arabia. Kegoncangan yang paling besar muncul dari gerakan pemurtadan. Joesoef Sou’yb mencatat bahwa hampir seluruh kabilah-kabilah Arab, di luar kota Madinah dan Mekkah, terlibat dalam gerakan pemurtadan itu. Tak terkecuali dengan kerajaan-kerajaan yang berada di belahan selatan Arabia. Lalu apa yang dilakukan Abu Bakar ketika keadaan seperti ini ?
Mengirim pasukan Usamah
Salah satu sikap bijaksana Abu Bakar, pengiriman pasukan Usamah. Masalah ini diperdebatkan di kalangan para shahabat karena mereka ragu bila harus berangkat meninggalkan kota Madinah, terlebih melihat bahwa pemimpin mereka adalah pemuda yang masih belia, yaitu Usamah bin Zaid. Mereka pun meminta Umar untuk mendatangi Abu Bakar agar mengganti Usamah dengan shahabat yang lebih senior dan berpengalaman, Namun Abu Bakar menolaknya dan tetap memberangkatkan pasukan sebagaiman pesan Rasululloh.
Kata Abu Bakar, ““Demi Allah, yang jiwa Abu Bakar ada di tangan-Nya, sekalipun hewan-hewan akan menerkamku, aku akan tetap melaksanakan pemberangkatan Usamah seperti yang diperintahkan Rasulullah saw, sekalipun tak ada yang tinggal lagi di dalam negeri ini kecuali aku. Aku akan tetap melaksanakannya.“
Akhirnya pasukan Usamah berangkat menyerbu Balqa’ dan memperoleh kemenangan gemilang. Dengan kemenangan itulah kaum romawi mempertimbangkan ketika mereka ingin menyerang wilayah jazirah Arab, padahal sebelumnya mereka dihasud oleh orang yahudi untuk memerangi kaum muslimin. Satu fakta dari peran Abu Bakar yang tidak boleh dilupakan.
Memerangi para penolak zakat dan Nabi palsu serta pengikutnya
Setelah wafatnya Nabi, sebagian kaum muslimin yang lemah imannya tidak lagi membayar zakat. Karenanya, Abu Bakar memerangi mereka dengan berdalil pada hadits Nabi, “Barang siapa berkata demikian (لاإله إلاّ الله ) darah dan hartanya terjamin, kecuali dengan alasan yang benar.” Kemudian beliau berkata: Demi Allah aku akan memerangi siapapun yang memisahkan salat dan zakat. Zakat adalah hak harta, oleh karenanya dikatakan kecuali dengan alasan yang benar.”
Disamping memerangi para penolak zakat, Abu Bakar juga memerangi Nabi palsu dan para pengikutnya. Banyak yang mengaku menjadi Nabi namun pelopor mereka ada tiga orang yaitu Musailamah al-Yamani, Aswad Al-Insi dan Thulaihah ibn Khuwailid Al-Asadi. Para nabi palsu ini tidak hanya membawa slogan, mereka juga membawa dan mengajarkan ajaran baru yang bertentangan dengan Islam. Aswad Al-Insi misalnya, selain mendakwakan dirinya sebagai nabi, dia juga mengajarkan bahwa shalat dan zakat tidaklah wajib, dan perzinaan adalah boleh. Begitu juga dengan Thulaihah Al-Asadi, dia mengajarkan bahwa sujud dalam setiap shalat harus ditiadakan. Sebab, kepala dan wajah, kata Al-Asadi, diciptakan Tuhan bukan untuk dihinakan mencium bumi lima kali dalam sehari semalam. Dia juga menghapuskan kewajiban zakat bagi para hartawan.
Dalam masalah ini, sikap Abu Bakar sangat tegas karena orang yang mengaku Nabi setelah Nabi Muhammad adalah kaddzab (pendusta) dan telah murtad, halal untuk dibunuh. Karenanya, Abu Bakar membentuk pasukan untuk menyerangnya hingga ke akar-akarnya. Hal ini sangat penting dilakukan, agar orisinalitas dan otentitas agama Islam tidak terdistorsi. Mereka mengaku masih Islam, namun mereka malah berusaha menghapuskan beberapa ajaran Islam padahal agama Islam telah sempurna, tidak bisa dihapus, dikurangi ataupun ditambah-tambahi.
Penutup
Demikianlah peran singkat Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifatu Rasulillah. Beliau adalah orang yang tenang dan bijaksana, berperasaan halus dan mudah menangis, namun di dalam jiwanya yang lemah lembut itu tersimpan kekuatan dahsyat yang setiap kali dapat meruntuhkan kebatilan.
Dari pemaparan kisah di atas, kita tentu bisa memahami dan memaklumi perkataan Husain Haikal, “ Seandainya bukan karena peranan Abu Bakar yang terjun dengan kebesaran jiwanya, kita tidak tahu bagaimana nasib umat Islam selanjutnya.” Tentunya itu semua setelah pertolongan dari Allah Ta’ala. Wallahul Musta’an.
Reference;
Ash-Shiddiq, Abu Bakar karya DR. Husain Haikal,
Umar bin Khattab karya Ahmad Abdul ‘Al Ath-Thahthawi,
Tarikh Tasyri Al-Islamy karya Manna’ul Qotthon,
Sejarah Daulat Khulafaur-Rasyidin karya Joesoef Sou’yb,
Hayat Al-Shahabah karya Syaikh Muhammad Yusuf al-Kandahlawi,
[…] Jasa Abu Bakar pasca Wafatnya Rasulullah; […]