Mungkin menjelang ramadhan 1431 H – 2010 M kita saling bertanya kapan awal ramadhan? Setidaknya pertanyaan tersebut dilontarkan karena ingin mencari kepastian. Sebab, tabiat manusia adalah mencari sebuah kepastian.
Berbicara tentang tentang ramadhan rasanya tidak pernah habis untuk dibahas. Terbukti, setiap tahun kita melaluinya dan setiap tahun itu pula akan timbul pertanyaan yang sama, “kapan awal ramadhan?”, “Bagaimana Menentukan Awal Ramadhan?”
Karena sekarang adalah tahun 1431 H, maka pertanyaannya adalah “Kapan Awal Ramadhan 1431 H?” Yang membedakan hanya tahunnya saja. Substansi pertanyaan masih sama.
Di sini saya menukilkan bagaimana penetapan awal dan akhir ramadhan yang diambil dari buku Fiqih Ramadhan (Tim Ulin Nuha, 2009). Sehingga, tahun berapapun ramadhan terjadi kita tidak akan pernah bingung lagi. Kita tidak perlu bertanya ke sana ke sini kapan awal ramadhan.
- Awal dan akhir ramadhan ditetapkan dengan ru’yah hilal (melihat bulan sabit), yaitu minimal dengan kesaksian paling sedikit satu orang muslim yang adil untuk awal ramadhan, dan dua orang muslim untuk awal syawal.
- Apabila cuaca mendung dan hilal bulan ramadhan tidak dapat dilihat pada malam 30 Sya’ban, maka hukum yang harus diambil ialah dengan menggenapkan bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari, kemudian dipastikan untuk shaum pada hari berikutnya, yaitu awal bulan ramadhan.
- Begitu pula ketika hilal bulan syawal tidak terlihat, maka hukum yang harus diambil ialah dengan menyempurnakan bilangan ramadhan menjadi 30 hari, kemudian hari berikutnya dipastikan sebagai hari raya, yaitu sebagai awal bulan syawal.
لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ ، وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
“Janganlah kalian melakukan shaum sampai kalian melihat hilal, dan jangan pula terbuka (mengakhiri shaum ramadhan) sampai kalian melihatnya. Dan jika ada yang menghalangi sehingga bulan tidak terlihat oleh kalian, sempurnakanlah bilangannya (menjadi 30 hari).”1
- Adapun menetapkan awal ramadhan dengan ilmu hisab di saat langit mendung, maka pendapat ini banyak dibantah oleh para ulama’. Para fuqaha’ telah menegaskan tentang dilarangnya bersandar pada perhitungan-perhitungan ilmu falak dalam menetapkan hilal, karena sesungguhnya syariat islam ini mengaitkan shaum dengan ru’yah bukan dengan hisab.2
Jumhur fuqoha mengatakan, “Dan tidak betul jika yang dimaksudkan adalah hisab ahli perbintangan, sebab jika orang banyak dibebani dengan hal tersebut, tentulah akan memberatkan mereka, sebab masalah hisab perbintangan tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya beberapa orang saja, sedangkan syariat dapat dipahami orang apabila kebanyakan mereka mengetahuinya. Wallhu a’lam.3
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Berdasarkan As Sunnah Ash Shahihah serta kesepakatan para shahabat Radhiyallhu ‘anhum, tidak diragukan bahwasanya tidak boleh bersandar kepada hisab perbintangan.4
Rasulullah berabda:
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسُبُ. الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا: يَعْنِى مَرَّةً تِسْعًا وَعِشْرِينَ وَ مَرَّةً ثَلاَثِينَ
“Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi, tidak menulis dan tidak melakukan hisab. Bulan itu bgini dan begini, yang terkadang 29 hari dan terkadang 30 hari.”5
لَا تَقَدَّمُوا الشَّهْرَ حَتَّى تَرَوْا الْهِلَالَ قَبْلَهُ أَوْ تُكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثُمَّ صُومُوا حَتَّى تَرَوْا الْهِلَالَ أَوْ تُكْمِلُوا الْعِدَّةَ قَبْلَهُ
“Janganlah kalian mendahului bulan sebelum kalian melihat hilal, atau sampai menyempurnakan bilangannya. Kemudian laksanakanlah shaum sampai kalian lihal hilal, atau menyempurnakan bilangan bulan sebelumnya.” 6
Dan Syaikh Islam Ibnu Taimiyah juga mengatakan, “orang yang bersandar kepada hisab dalam masalah hilal, sebagaimana ia telah sesat di dalam syariat, berlaku bid’ah di dalam dien, maka dia juga keliru terhadap akal dan ilmu hisab.”7
Sebagaimana halnya dengan kelompok yang menetapkan awal ramadhan da nsyawal dengan hisab sementara langit cerah tanpa sepotong awanpun. Bahkan beberapa bulan sebelunya mereka telah berani menetapkan awal bulan ramadhan dengan menggunakan ilmu hisab, cara yang tidak pernah digunakan oleh rasulullah saw, para shahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in.
Penutup
Akhir kata, semoga sedikit pemaparan di atas dapat menjadikan kita lebih bijak dalam bersikap. Penentuan awal ramadhan dan akhir ramadhan tidak berdasar suatu kelompok atau organisasi tertentu. Tetapi dengan melazimi apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Kelompok, organisasi, dan jamaah yang diikuti boleh beda. Tetapi cara penentuan haruslah tetap sama. Semoga bermanfaat.
1 Shahih Al Bukhori, no. 1907, Shahih Muslim, kitab Ash Shiyam, no. 6
2 Ensiklopedi Hukum Wanita dan Keluarga, 2/180
3 Syarh Shahih Muslim, 7/190
4 Al Fatawa Al Kubra 2/464
5 Shahih Al Bukhari, no. 1931, Shahih Muslim, Kitab Ash Shiyam, no. 15
6 Sunan Abu Daud, no. 2326, Sunan An Nasai, no. 2128, dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani Shahih Al-Jami’ Ash Shagir, no. 7394
7 Al Fatawa Al Kubra 2/464
[…] menjadi panduan bagi anda dalam memahami berbagai permasalahan seputar fikih ramadhan. Seperti bagaimana menentukan awal ramadhan dan akhir ramadhan, niat shaum, sahur, shalat tarawih, i’tikaf, zakat fithri, shalat ‘id dan […]