https://homeupgradespecialist.com/79zecpcy
https://www.clawscustomboxes.com/ycru231e Muhammad bin Wasi’
“Law kâna yûjadu li dz-dzunûbi rîhun mâ qadartum an tadnû minnî min natani rîhî, seandainya dosa memiliki bau, kalian tidak akan mampu berdekatan denganku karena busuknya bau dosaku.” (Shifatus Shafwah : III/268 dalam Ensiklopedi Hikmah nomor 351 hlm. 214).
Buy Xanax 2Mg Nasehat di atas tidak hanya menggetarkan sukma, tetapi lebih dari itu, bisa menderaikan airmata orang-orang bertakwa, dan juga para pendosa. Menderaikan airmata orang-orang bertakwa karena semua kemudahan mereka dalam beramal shalih adalah semata-mata karena karunia dan inayah Allah, terlebih semua keutamaan dan kelebihan yang mereka dapatkan seringkali melebihi dari amal-amal mereka. Pujian manusia kepada mereka acapkali melampaui amal-amal mereka, dan itu semua berkat rahmat Allah. Sekali lagi, itu adalah kemurahan hati Allah kepada hamba-hamba-Nya. Seandainya manusia mengetahui noktah-noktah dosa yang tersembunyi dalam hati mereka, mereka akan malu dengan tabir Allah yang selalu menutupi dosa hatinya, baik berupa peremehan hati terhadap hak-hak Allah atau kemalasan hati dalam menjawab panggilan-Nya. Tidak hanya menderaikan orang bertakwa, tetapi juga para pendosa karena terlalu sering Allah menutupi aib dan cacat hamba-hamba-Nya yang berbuat dosa dari pandangan manusia. Fa bi ayyi âlâ’I Rabbikumâ tukadzdzibân. Sungguh, siapakah yang sanggup memikul dan menampakkan diri di hadapan manusia bila ternyata dosa itu benar-benar menimbulkan bau busuk dalam tubuh kita?. Allâhumma s-tur awrâtî wa âmin rawâtî wa h-fazhnî min bayni aydî wa min khalfî wa ‘an yamîni wa ‘an syimâlî wa min fawqî wa min tahtî wa ‘aûdzu bi ‘azhamatika an ughtâla min tahtî, amin.
https://polyploid.net/blog/?p=vmq4tdy Kekata, “Law kâna yûjadu li dz-dzunûbi rîhun mâ qadartum an tadnû minnî min natani rîhî, seandainya dosa memiliki bau, kalian tidak akan mampu berdekatan denganku karena busuknya bau dosaku.” pantasnya diucapkan oleh kita-kita, generasi akhir zaman yang bergelimang dosa dan maksiat, bukan oleh Muhammad bin Wasi’. Karena beliau adalah generasi tabi’in yang tidak hanya seorang mujahid, zuhud dan ahli ibadah tetapi juga termasuk orang yang doanya mustajab. Inilah ajaibnya; semakin tinggi ilmu seorang hamba, semakin tinggi kualitas iman dan takwa seorang hamba, maka –seyogianyalah- semakin tinggi pula rasa takutnya kepada Allah Ta’ala sehingga ia peka pahala, dan juga peka dosa.
Lantas, siapakah Muhammad bin Wasi’? beliau bernama lengkap Muhammad bin Jabir bin al Akhnas bin A’idz bin Kharijah bin Ziyad bin Syamsu al Azdi Abu Bakar al Bashri, atau biasa disebut Abu Abdillah al Bashri; lelaki yang pernah dipuji oleh al Ijli, “Beliau seorang abid, tsiqqah dan laki-laki shalih” dan juga disanjung oleh Musa bin Harun, “Beliau seorang abid, wara’, mulia, tsiqqah, alim dan banyak kebaikannya.” ini adalah murid sahabat utama Anas bin Malik al Anshari.
Beliau dikenal sebagai mujahid, zuhud, ahli ibadah, dan juga mustajab doanya. Beberapa kisah berikut menjadi fakta betapa fragmen hidup beliau akan senantiasa ditorehkan dengan tinta emas dalam sejarah peradaban Islam.
https://blog.extraface.com/2024/08/07/nuevlgpu4 Xanax Online Paypal
https://transculturalexchange.org/uhf1a5x Cheap Xanax Overnight Delivery Kisah Pertama :
Pada masa khilafah Sulaiman bin Abdul Malik, Yazid bin Muhallab bin Abi Sufrah selaki wali daerah Khurasan bersama pasukannya yang berjumlah 100.000 orang hendak merebut daerah Jurjan dan Thabaristan. Di barisan depan, berdiri seorang tabiin utama yang bernama Muhammad bin Wasi’ yang terkenal sebagai “zaynul fuqaha’, hiasa para ahli fiqh”.
https://oevenezolano.org/2024/08/4qr56qt Panglima perang Ibn Muhallab beserta pasukannya bermarkas di Dhihistan yang didiami oleh orang –orang turki yang kuat dan perkasa. Benteng-benteng mereka kokoh dan setiap hari menyerang kaum muslimin. Bila kepayahan atau merasa terdesak dalam pertempuran, mereka mundur ke lembah-lembah di daerah bergunung-gunung, lalu berlindung di balik bentengnya yang kokoh.
Meski tubuhnya kurus dan usianya sudah lanjut, Muhammad bin Wasi’ memegang posisi yang cukup penting dalam pasukan Islam. Para pasukan merasa terhibur oleh cahaya iman yang terpancar dari wajahnya yang cerah dan semakin bersemangat bila mendengar nasihat-nasihat yang keluar dari lidahnya yang lembut serta menjadi tenang karena do’a-do’anya yang mustajab dalam kesulitan. Bila panglima memerintahkan untuk menyerbu, dia berseru: “Wahai pasukan Allah, majulah!” sebanyak tiga kali. Begitu mendengar suaranya, segenap prajurit siap menghadapi musuh bagaikan macan kumbang yang ganas. Mereka bergerak maju dengan semangat yang tinggi layaknya orang yang kehausan yang menyongsong air yang dingin di bawah terik matahari yang menyengat.
https://solomedicalsupply.com/2024/08/07/235iewho Suatu ketika, terjadi pertempuran yang dahsyat, majulah seorang jagoan dari barisan musuh untuk perang tanding satu lawan satu. Belum pernah orang-orang melihat badan tinggi kekar seperti dia. Belum lagi ketangkasan, kekuatan dan keberaniannya. Dia bertempur dalam barisan hingga berhasil mendesak barisan pasukan kaum muslimin dan menimbulkan rasa gentar di hati mereka. Kemudian dia menantang duel dengan congkak dan sombongnya. Hingga Muhammad bin Wasi’ tak tahan lagi ingin mengahadapinya. Saat itulah semangat kaum muslimin kembali bangkit. Seorang pemuda mencegah syaikh tua itu melayani tantangan musuh dan meminta agar dirinya diijinkan untuk menghadapi tantangan musuh itu. Syaikh itu menuruti permintaannya lalu mendo’akan kemenangan baginya.
Dua orang prajurit berdiri berhadapan, masing-masing ingin membunuh lawannya dengan segala cara. Kemudian mereka berduel seperti dua ekor singa yang kalap. Mata dan hati kedua belah pihak pasukan terpusat pada keduanya.
https://blog.extraface.com/2024/08/07/vbn6q16g5 Kedua belah pedang berkelebat, masing-masing mengayunkan ke arah kepala lawannya secara berbarengan, ternyata pedang prajurit Turki mengenai topi baja tentara muslim, sedang pedang prajurit muslim mendarat tepat di jidat prajurit Turki hingga terbelah menjadi dua.
Buy Generic Xanax Online Cheap Prajurit muslim itu kembali ke barisan kaum muslimin dengan membawa kemenangan. Sebuah pemandangan yang belum pernah dilihat oleh mereka, sedang pedangnya berlumuran darah dan sebilah pedang kecil yang masih tersarung. Pasukan kaum muslimin sangat terharu melihat peristiwa yang tiada bandingnya itu. Lalu memyambutnya dengan kegembiraan takbir, tahlil dan tahmid.
https://merangue.com/4g2xwc3p9 Yazid bin Muhallab takjub melihat kilatan pedang dan senjata di tangan orang itu lalu bertanya: “Alangkah hebatnya, siapakah dia?” orang-orang menjawab: “Dia adalah orang yang mendapat berkat do’a dari Muhammad bin Wasi’.”
https://aiohealthpro.com/4rzexdc Perbandingan kekuatan mulai terbalik setelah tewasnya prajurit Turki yang tinggi besar tersebut. Rasa gentar menjalar dalam hati kaum musyrikin bagaikan api yang menjalar di atas rumput kering. Sebaliknya, semangat juang kaum muslimin menyala seketika, lalu mereka menggempur musuh-musuh Allah I laksana aliran air, mengepung dengan ketat seperti lingkaran kalung yang melilit di leher. Mereka mampu memblokir jalur air dan logistik musuh.
Xanax Online Overnight Maka tak ada pilihan lain bagi raja musyrikin itu melainkan berdamai. Oleh karena itu, mereka menawarkan perdamaian kepada kaum muslimin dan akan menyerahkan kekayaan negerinya asalkan harta dan keluarganya aman.
https://www.completerehabsolutions.com/blog/82jbd49t5w Tawaran itu disetujui oleh Yazid. Mereka diharuskan membayar sebesar https://www.psicologialaboral.net/2024/08/07/zpjgt8wr3rb 700.000 dirham secara bertahap. Pertama kali harus membayar 400.000 dirham, kemudian menyerahkan Buy Alprazolam India 400 ekor unta bermuatan za’faran dan 400 orang di mana setiap orangnya membawa satu https://sugandhmalhotra.com/2024/08/07/vqgq0qasfg gelas perak, memakai topi dan sutera dan beludru dan mengenakan mantel seperti yang dikenakan oleh istri-istri prajurit mereka.
https://mandikaye.com/blog/4xywakj Perang pun usai, Yazid bin Muhallab berkata kepada bendaharanya: “Sisihkan sebagian ghanimah itu untuk kita. Berikan sebagai imbalan jasa kepada yang berhak.” Bendahara dan orang-orang yang bersamanya berusaha mencoba menghitung namun tak mampu, lalu ghanimah tersebut dibagi-bagi atas dasar kerelaan.
https://sugandhmalhotra.com/2024/08/07/4x1onbs Di antara ghanimah tersebut, ada sebuah mahkota terbuat dari emas murni bertahtakan intan permata yang beraneka warna dalam ukiran yang indah dipandang mata. Yazid mengacungkannya tinggi-tinggi agar semua bisa melihat, lalu berkata, “Adakah kalian melihat orang yang tidak menginginkan benda ini?”
https://nedediciones.com/uncategorized/9qbrwndi1o Mereka berkata, “Semoga Allah memperbagus keadaan Amir, siapa pula yang akan menolak barang itu?”
https://www.psicologialaboral.net/2024/08/07/mz1fenump Yazid berkata: https://udaan.org/s91zpmb.php “Kalian akan melihat bahwa di antara umat Muhammad senantiasa ada yang tidak menginginkan harta ini ataupun yang semacam dengan ini yang ada di atas muka bumi.” Kemudian beliau memanggil pembantunya dan berkata, “Carilah Muhammad bin Wasi’!”
Xanax Order Overnight Utusan itu mendapatkan syaikh tua di suatu tempat yang sunyi, sedang beristighfar, bersyukur dan berdo’a. utusan itu berkata, “Amir Yazid memanggil anda sekarang juga.” Beliau berdiri dan mengikuti utusan tersebut menghadap amir Yazid, beliau memberi salam, lalu duduk di dekatnya. Amir menjawab salam dengan yang lebih baik, lalu mengambil mahkota tadi dan berkata,
https://transculturalexchange.org/k9gwnis6 Yazid: “Wahai Abu Abdillah, pasukan kaum muslimin telah menemukan mahkota yang sangat berharga ini. Aku melihat andalah yang layak untuknya, sehingga kujadikan ia sebagai bagianmu dan orang-orang telah setuju.”
https://polyploid.net/blog/?p=a7mv8i0n9 Muhammad: “Anda menjadikan ini sebagai bagianku wahai Amir?”
Can You Buy Xanax From Canada Yazid : “Benar ini bagianmu.”
https://inteligencialimite.org/2024/08/07/ca5sqpwcnpj Muhammad: “Aku tidak memerlukannya. Semoga Allah membalas kebaikan anda dan mereka.”
https://www.clawscustomboxes.com/9quwltfnbu Yazid: “Aku telah bersumpah bahwa engkaulah yang harus mengambil ini.”
Dengan terpaksa Muhammad bin Wasi menerima dikarenakan sumpah amirnya. Setelah itu beliau memohon diri sambil membawa mahkota tersebut. Orang-orang tak mengenalnya berkata sinis: “Nyatanya dia bawa juga harta tersebut.”
Sementara itu Yazid memerintahkan seseorang menguntit syaikh itu dengan diam-diam untuk melihat apa yang hendak dilakukannya terhadap benda itu, lalu memberitahukan kabar tentangnya. Maka pergilah seseorang mengikuti beliau tanpa sepengetahuannya.
Muhammad bin Wasi’ berjalan dengan menenteng harta tersebut di tangannya. Di tengah jalan ia berjumpa dengan seorang asing yang kusut masai dan compang-camping meminta-minta kalau-kalau ada bantuan dari harta Allah. Syaikh itu segera menoleh ke kanan ke kiri dan ke belakang dan setelah syaikh itu yakin tidak ada yang melihat, diberikannya mahkota itu kepada orang tersebut. Orang itu pergi dengan suka cita, seakan beban yang dipikulnya telah diangkat dari punggungnya.
Utusan Yazid bin Muhallab memegang tangannya dan mengajaknya menghadap amir untuk menceritakan kejadian itu. Mahkota itu kemudian diambil lagi oleh amir dan diganti dengan harta sebanyak yang dimintanya.
Yazid berkata kepada pasukannya: https://inteligencialimite.org/2024/08/07/n84menq8 “Bukankah telah aku katakan kepada kalian bahwa di antara umat Nabi Muhammad r senantiasa ada orang yang tidak membutuhkan mahkota ini atau yang semisalnya.”
Lalu, dimanakah generasi itu, kini…?
https://homeupgradespecialist.com/fbyffgs
Cheap Real Xanax Online Kisah kedua :
Muhammmad bin Wasi selalu ikut dalam barisan peperangan ketika pasukan kaum muslimin berjihad melawan kaum musyrikin di bawah panji Yazid bin Muhallab. Hingga, ketika sampai tiba musim haji, beliau minta ijin kepada amir untuk melakukan ibadah rutin itu.
Yazid berkata: “Izinku ada di tanganmu wahai Abu Abdillah, kapan saja anda kehendaki. Dan aku sudah menyiapkan kebutuhan untukmu selama dalam perjalanan.” Muhammmad bin Wasi bertanya, “Apakah perbekalan itu anda berikan juga kepada setiap prajurit yang hendak bepergian seperti bepergianku ini wahai amir?”
Beliau berkata: “Tidak,”
Muhammmad berkata, “Kalau demikian, tak usahlah mengistimewakan untukku bila itu tidak diberikan kepada anggota pasukan yang lain.” Setelah itu beliau mohon diri dan berangkat.
Meski telah diijinkan, keberangkatan muhammad bin Wasi menyedihkan hati Yazid bin Muhallab dan para prajurit yang pernah berjuang bersamanya. Mereka menyesal tak minta dido’akan dan berharap beliau cepat kembali setelah menuanaikan ibadahnya.
Bukanlah hal yang aneh bila semua prajurit muslimin yang ada di manapun merindukan agar abid Basrah ini berada di tengah mereka. Rasa optimis muncul dengan adanya beliau di tengah mereka karena banyak kebaikan yang menyertainya. Mereka juga mengharapkan kemenangan dari Allah I melalui do’anya yang baik dan besarnya barakah untuknya. Betapa mulia jiwanya mesti ia sendiri memandang dirinya kerdil, padahal agung di sisi Allah I dan umat Islam.
Alangkah indahnya suatu umat yang memiliki sejarah orang-orang yang berjiwa luhur seperti beliau.
Qutaibah bin Muslim berkata tentangnya, “Sesungguhnya do’a Muhammmad bin Wasi’ Al-Azdi lebih aku sukai dari pada seribu pedang pilihan yang dibawa oleh seribu pemuda jagoan.”
Kita berada di tahun 87 H, yaitu ketika pahlawan Islam dan panglima besar Qutaibah bin Muslim Al-Bakhili memimpin pasukannya yang tangguh dari kota Marwa menuju Bukhara, yang bermaksud hendak menguasai sisa negeri yang ada di seberang sungai. Beliau juga hendak berperang di pinggiran Cina dan menarik jizyah dari mereka.
Belum lagi pasukan Qutaibah bin Muslim menyeberangi sungai Seihun, tiba-tiba penduduk Bukhara melihat pasukan Muslimin. Mereka memukul genderang perang di seluruh penjuru dan meminta bantuan negeri tetangga seperti Suged, Turki, Cina dan sebagainya. Maka berduyun-duyunlah kelompok-kelompok prajurit yang bermacam-macam warna kulit, bahasa dan agama hingga jumlah mereka berlipat ganda dibandingkan pasukan muslimin.
Setelah itu, mereka segera memblokir semua jalan pasukan muslimin dan mengepung seluruh celah yang bisa ditutup. Sampai-sampai Qutaibah bin Muslim tak bisa menyelundupkan pasukan khusus untuk meyelidiki dan mencari berita tentang keadaan musuh, tidak pula bisa menyelundupkan mata-mata ke kubu lawan.
Maka Qutaibah bersama pasukannya terjepit di kota Bikand, tak bisa bergerak maju maupun mundur. Sementara musuh selalu bergerilya dengan kelompok-kelompok kecil pasukannya, lalu mereka bertempur sepanjang siang. Bila senja turun, mereka menghilang ke markas dan benteng-bentengnya yang kokoh. Kondisi tersebut berlangsung selama 2 bulan berturut-turut. Qutaibah menjadi bingung untuk mengambil sikap, apakah akan berhenti atau terus maju?
Tak berselang lama, berita ini akhirnya menyebar di seluruh wilayah kaum muslimin. Mereka mencemaskan nasib pasukan tangguh yang belum pernah terkalahkan beserta panglimanya yang belum pernah ditundukkan itu. Para gubernur di daerah-daerah diperintahkan untuk menyerukan agar rakyat turut mendo’akan keselamatan pasukan yang sedang berjuang di negeri seberang sungai itu. Kini, setiap masjid penuh dengan do’a untuk mereka. Di menara-menaranya terdengar seruan permohonan kepada Allah I dan para imam membaca do’a qunut di setiap shalat. Akhirnya terbentuklah satu pasukan pembantu yaitu pasukan tangguh yang terdiri dari para sukarelawan dari seluruh negeri. Gerakan itu dipelopori oleh syeikh tabi’in yang tersohor, Muhammad bin Wasi’ Al-Azdi.
Dikisahkan bahwa Qutaibah bin Muslim memiliki seorang mata-mata non Arab yang dikenal cerdik siasat dan keahliannya yang bernama Taidar. Musuh berhasil membujuk mata-mata ini dengan iming-iming harta yang besar agar ia mau mempengaruhi kaum muslimin itu. Siasat yang dijalankan adalah dengan memberikan gambaran bahwa keadaan kaum muslimin sangat lemah dibandingkan dengan pasukan musuhnya yang berkekuatan besar. Dan mengusahakan agar pasukan islam hengkang dari negeri itu tanpa peperangan.
Taidzar masuk menemui Qutaibah bin Muslim yang tengah berbincang-bincang dengan para perwira utama dan tokoh-tokoh militer lainnya. Dia mendekat di sisi Qutaibah, lalu berbisik: “Wahai amir kosongkanlah ruangan ini bila anda menghendaki.”
Sejurus kemudian, Qutaibah mengisyaratkan semua yang hadir untuk keluar kecuali Dzirar bin Hushain yang diminta untuk tetap ditempatnya. Setelah itu Taidzar berkata, “Saya membawa berita untuk anda wahai amir.”
Qutaibah berkata, “Katakanlah.”
Taidzar berkata: “Sesungguhnya amirul mukminin di Damaskus telah memecat hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi dan beberapa perwira pengikutnya, sedangkan anda adalah salah satu anak buahnya. Beliau juga telah mengganti pemimpin-pemimpin yang baru dalam angkatan bersenjatanya. Mereka saat ini sudah banyak yang dikirim ke pos-pos baru masing-masing dan bisa jadi pengganti anda akan datang setiap saat, siang ataupun malam. Menurut hemat saya, lebih baik pasukan anda kembali ke Marwa untuk memikirkan kembali siasat yang jauh dari medan perang.”
Belum lagi Taidzar menghentikan ocehannya, Qutaibah memanggil pengawalnya bernama Siyah lalu beliau katakan: “Wahai Siyah, penggal leher penghianat ini!” selanjutnya Siyah memenggal leher Taidzar, lalu kembali ke tempatnya semula. Qutaibah menoleh kepada Dzirar bin Hushain dan berkata, “Di bumi ini tidak ada orang lain yang mendengar berita tentang ini kecuali engkau dan aku. Aku bersumpah dengan nama Allah I yang Maha tinggi dan Maha Agung, bila berita ini sampai ke telinga orang lain sebelum perang selesai akan aku susulkan engkau kepada pengkhianat murahan ini. Oleh sebab itu, jika engkau masih sayang kepada dirimu, jagalah dirimu, jagalah lidahmu. Ketahuilah bahwa berita ini akan tersebar kepada pasukan kita, maka akan menjatuhkan mental juang mereka.”
Orang-orang dipanggil kembali. Tatkala mereka melihat Taidzar tergeletak berlumuran darah, mereka terkesiap keheranan. Qutaibah berkata: “Apa yang mengejutkan kalian dari kematian seeorang pengkhianat dan pendusta ini?” mereka berkata: “Kami sangka dia pembela Islam.” Qutaibah berkata: “Bahkan dia adalah pengkhianat kaum muslimin, maka Allah I membalas pengkhianatannya itu.” Lalu beliau berteriak lantang: “Sekarang berangkatlah kalian untuk menghancurkan musuh-musuh kalian. Hadapilah mereka dengan hati dan tekad yang baru.”
Dengan patuh pasukan itu melaksanakan perintah panglimanya, Qutaibah bin Muslim. Mereka bersiap menghadapi musuh di tapal batas. Hanya saja, ketika dua kubu telah berhadapan, pasukan Islam melihat banyaknya musuh dan lengkapya persenjataan mereka, maka ketakutan mulai menjalar. Qutaibah bisa merasakan apa yang berkecamuk dalam hati prajuritnya. Maka beliau segera berkeliling dari satu kompi ke kompi yang lain untuk membangkitkan semangat mereka. Kemudian dia memandang ke kiri dan ke kanan seraya bertanya: “Dimana Muhammad bin Wasi’ Al-Azdi?” mereka menjawab, “Beliau di barisan sebelah kanan, wahai amir.” Qutaibah berkata: “Apa yang tengah dilakukannya?” mereka berkata, “Bersandar pada tombaknya, menatap ke depan sambil mengarahkan telunjuknya ke langit untuk berdo’a, apakah anda menginginkan agar kami memanggil beliau?“
Qutaibah: “Tidak perlu, biarkanlah ia. Demi Allah telunjuknya itu (Do’a beliau) lebih aku sukai dari pada seribu pedang pilihan yang dibawa oleh seribu pemuda jagoan, Maka biarkanlah ia berdo’a, kita mengetahui bahwa do’anya mustajab.”
Perang pun berkecamuk, dua pasukan besar saling menerjang laksana singa yang hendak menerkam mangsanya. Kedua pasukan bertemu laksana dua gelombang air bah yang sling bertabrakan. Lalu Allah I menurunkan ketenangan dalam jiwa pasukan islam dan membantu dengan ruh kekuatan dari-Nya.
Prajurit Islam terus menerus menyerbu musuh sepanjang hari, hingga manakala beranjak malam, Allah I menggoyahkan telapak kaki musuh dan rasa gentar menyelimuti mereka hingga akhirnya menyerah. Para mujahidin dapat melumpuhkan mereka dengan mudah, sebagian berantakan dan kocar-kacir, sebagian lainnya berhasil di tawan. Begitulah, mereka menyerah kalah dan minta berdamai kepada Qutaibah dengan mengajukan tebusan.
Di antara tawanan itu ada orang yang jahat dan hobi memprovokasi kaumnya untuk memusuhi Islam. Dia berkata, “Aku ingin menebus diriku wahai amir!” Qutaibah berkata, “Berapa harga tebusannya?” Tawanan itu menjawab, Buying Xanax Online Legally “Lima ribu helai kain sutera cina seharga satu juta.”
Mendengar jawaban itu, Qutaibah menoleh kepada para sahabatnya: “Bagaimana menurut kalian?” Mereka berkata, “Menurut kami harta tersebut akan menambah ghanimah bagi kaum muslimin. Sementara itu kita tidak menghawatirkan sepak terjangnya dan yang semacamnya setelah kemenangan besar yang kita raih ini.”
Qutaibah menoleh kepada Muhammad bin Wasi’ Al-Azdi dan bertanya, “Bagaimana pendapatmu wahai Abu Abdillah?”
Beliau menjawab: “Wahai Amir, tujuan kaum muslimin berjihad ini bukan untuk mengumpulkan ghanimah atau menumpuk harta, melainkan keluar demi ridha Allah I, menegakkan agama Allah di atas muka bumi dan menghancurkan musuh-musuh-Nya.”
Qutaibah berkata, “Jazakallahu Khairan, semoga Allah membalas anda dengan kebaikan wahai Abu Abdillah, demi Allah aku tidak akan membiarkan orang-orang semacam ini menakut-nakuti wanita muslimah setelah ini. Walaupun ia hendak menebus dirinya dengan harta sebesar dunia ini.” Kemudian dia perintahkan agar tawanan itu dibunuh.
Xanax Order Online Legal Kisah keempat :
Berkali-kali Muhammad bin Wasi’ diminta untuk menjadi qadhi, namun beliau selalu menolak dengan tegas dan terkadang membuat dirinya menghadapi resiko karenanya.
Beliau pernah dipanggil oleh kepala polisi Bashrah, yaitu Muhammad bin Mundzir. Dia berkata: “Gubernur Irak memerintahkan aku untuk menyerahkan jabatan qadhi kepada anda.” Beliau menjawab, “Jauhkan aku dari jabatan itu, semoga Allah memberimu kesejahteraan.” Permintaan tersebut diulang dua atau tiga kali namun beliau tetap menolaknya.
Karena ditolak, kepala polisi itu marah dan berkata sambil mengancam: “Anda terima jabatan itu atau aku akan mencambuk anda sebanyak 300 kali tanpa ampun!” Beliau berkata, “Jika anda melakukan itu maka berarti anda melakukan perbuatan semena-mena. Ketahuilah bahwa siksa di dunia lebih baik dari pada harus disiksa di akhirat.”
Kepala polisi itu menjadi malu, lalu mengizinkan Muhammad bin Wasi’ untuk pulang dengan penuh hormat.
Itulah sekelumit kisah Muhammad bin Wasi’.
Sepanjang hidupnya, beliau senantiasa merasa takut akan dosa-dosanya, takut akan diperiksa Rabbnya. Karena itulah, setiap kali beliau ditanya: “Bagaimana keadaanmu, wahai Abu Abdillah?” Beliau manjawab: “Semakin dekat dengan ajalku namun menjauh dari cita-citaku. Alangkah buruknya yang aku perbuat.” Ketika beliau melihat penanya keheranan, beliau berkata, “Bagaimana pendapatmu tentang seorang yang setiap hari berjalan menuju akhirat?”
Di saat Muhammad bin Wasi’ menderita sakit yang tampaknya akan menyebabkan kematiannya, orang-orang datang berbondong-bondong menjenguknya sehingga rumahnya penuh sesak dengan orang yang keluar masuk, yang duduk dan berdiri. Ketika melihatnya, Muhammad bin Wasi’ mengeluh kepada orang yang berjaga di sisinya: https://transculturalexchange.org/2a833rmwh2 “Apalah faidah hadirnya mereka bagiku, bila aku kelak dituntut dari ubun-ubun hingga telapak kaki. Apa gunanya pula mereka bagiku bila kelak aku dimasukkan kedalam api neraka.”
Setelah itu beliau berkata, “Ya Allah, aku memohon ampunan-Mu atas segala kondisi dan kejahatan yang aku kerjakan, di tempat yang mana aku berbuat dosa di sana, di pintu kejahatan yang aku masuki dan dari kejahatan yang aku keluar dari padanya dan setiap amal buruk yang aku kerjakan, dari perkataan-perkataan buruk yang aku ucapkan dan bicarakan. Ya Allah, aku memohon ampunan-Mu atas semua itu. Ampunilah aku, aku bertaubat kepada-Mu, maka berilah ampunan untukku, sehingga aku dapat menjumpai-Mu dengan selamat sebelum dihisab.”
Semoga Allah merahmatimu wahai tabiin agung, Muhammad bin Wasi’, atas sejarah hidupmu yang akan selalu mengabadi, dan terkenang dari generasi ke generasi. Amin.
Akhukum fillah, Ibnu Abdil Bari el ‘Afifi [diadaptasi dari buku, “Shuwar min hayâti t-tâbi’in” yang diterjemahkan menjadi, “Jejak para Tabi’in.”]. https://oevenezolano.org/2024/08/fvui60h6mu
Leave a Reply