Suatu hari… Atha’, ‘Ubaid bin Umair dan Abdullah bin Umar bertamu ke rumah ummul mukminin Aisyah, salah satu istri Rasululloh tercinta. Abdullah bin Umar pun bertanya kepada ibunda Aisyah, “Wahai ibunda, dalam kehidupan Rasululloh, kejadian apakah yang paling menakjubkan ?.”
Ketika diingatkan dengan orang yang paling dicinta, ummul mukminin Aisyah tidak bisa menutupi kerinduannya kepada Rasululloh, suaminya tercinta. Ia menangis.., air mata berlinang membasahi pipinya. Teringat kepada Rasul mulia, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Dan dengan sesenggukan isak tangisnya, ia menjawab, “Duhai saudaraku, semua kehidupan Rasululloh adalah menakjubkan.” “Baiklah” Lanjutnya, “Akan aku ceritakan kisah yang paling menakjubkan dari beliau.”
“Pernah, suatu malam…., yaitu ketika malam giliranku, kami sudah berada di tempat pembaringan. Kulitku dan kulit beliau sudah bersentuhan. Namun.., beliau meminta izin kepadaku, “Duhai Aisyah, izinkanlah aku untuk beribadah kepada rabb-ku.” Aku menjawab, “Wahai Rasululloh, aku ingin dekat denganmu, dan siap melayanimu.” Namun Rasululloh tetap ingin beribadah pada malam itu.
Beliau mengambil air wudhu, dan shalat. Bermunajat dan bersimpuh di hadapan Allah dengan penuh kekhusyukan. Ketika berdiri dalam shalatnya, mata beliau berlinang airmata. Ketika duduk beliau memuji Allah, kemudian menangis, dan air mata beliau yang suci membasahi hijr–nya (tempat shalatnya). Dan ketika selesai shalat, beliau berbaring dengan posisi miring ke kanan dan meletakkan tangannya di bawah pipinya, beliau juga menangis, dan aku melihat airmata beliau membasahi bumi. Beliau melakukan shalat dan menangis seperti itu hingga Bilal bin Rabbah datang untuk mengumandangkan adzan yang pertama.
Kemudian Bilal berkata, “Shalat wahai Rasululloh.” Tetapi ketika melihat orang yang paling dicintainya menangis sedemikian rupa, Bilal bin Rabbah, shahabat yang menjadi mu’adzin beliau, juga menangis sesenggukan…, dan berkata dengan nada sedu-sedan, “Ya Rasulallah, tabki wa qad ghafarallahu laka ma taqaddama wa ma ta’akhkhara….Wahai Rasululloh, anda menangis…..padahal bukankah Allah sudah mengampuni dosa anda, baik yang telah lalu maupun yang terkemudian ?”
Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab, “Ya Bilal, afala akunu abdan syakura….Wahai Bilal, tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur ?.”
Subhanallah. Manusia mulia, yang ma’shum; terhindar dari dosa, dan manusia yang paling baik kualitas imannya dan paling tinggi takwanya saja masih senantiasa melaksanakan shalat malam dengan berlinang air mata. Maka kita, sebagai umat beliau, yang tidak memiliki jaminan sejengkal tempat pun di jannah nanti lebih pantas untuk memperbanyak ibadah kita kepada Allah Ta’ala.
Bahkan, dalam kondisi perang sekalipun, beliau tidak meninggalkannya. Ali ra pernah berkata, “Pada perang badar, kami tidak memiliki seorang pasukan berkuda pun selain Miqdad. Sungguh, aku memperhatikan kondisi kaum muslimin pada hari itu, dan tidak ada seorangpun yang bangun selain Rasululloh. Di bawah pohon beliau mengerjakan shalat dan menangis hingga pagi tiba.”
Kenikmatan bercumbu dan bermunajat kepada Rabb alam semesta di kegelapan malam seperti inilah yang juga dirasakan oleh Abu Sulaiman ad Darani Rahimahulloh sehingga ia berkata, “La ahluth tha’ah fi lailihim aladdzu min ahlil lahwi bi lahwihim…., sungguh kenikmatan yang dirasa oleh orang yang shalat malam jauh lebih nikmat dan lebih lezat daripada kenikmatan yang dirasa oleh orang yang bermaksiat dan suka berhura-hura.”
Semoga kita bisa meneladani beliau Shallallahu alaihi wa sallam.
Abu Kayyisa