Dua orang dungu memandang ketinggian menara mesjid dengan penuh kekaguman. Yang seorang berkata, “Alangkah tingginya badan orang-orang terdahulu sehingga mereka mampu membangun menara itu.”
Kawannya menjawab, “Bodohnya kamu! Mana ada di dunia ini orang yang badannya setinggi menara itu. Mereka membuat menara itu di bawah, baru kemudian menegakkannya.”
Istri Dambaan Suami
Fatimah anakku, maukah engkau menjadi seorang perempuan yang baik budi dan istri yang dicintai suami? Tanya sang ayah yang tak lain adalah Rasulullah Muhammad saw.
“Tentu saja wahai ayahku!” jawab Fatimah.
“Tidak jauh dari rumah ini berdiam seorang perempuan yang sangat baik budi pekertinya. Namanya Siti Muthi’ah. Temuilah dia, teladani budi pekertinya yang baik itu.”
Gerangan amal apakah yang dilakukan situ Muthi’ah sehingga Rasululah memujinya sebagai wanita teladan? Maka Fatimah menuju rumah Muthi’ah dengan mengajak serta Hasan putra Fatimah yang masih kecil itu.
Begitu gembiranya Muthi’ah mengetahui tamuanya adalah putri Rasulullah. “Wah bahagia sekali aku menyambut kedatanganmu, Fatimah. Namun maafkan aku sahabatku, suamiku telah beramanat, aku tidak boleh menerima tamu laki-laki di rumah ini.
“Ini Hasan putraku sendiri. Ia kan masih anak-anak,” kata Fatimah sambil tersenyum.
“Namun sekali lagi maafkanlah aku! Aku tidak ingin mengecewakan suamiku, wahai Fatimah.”
Fatimah mulai merasakan keutamaan Siti Muthi’ah. Ia semakin kagum dan berhasrat menyelami lebih dalam akhlak wanita itu. Lalu diantarkanlah hasan pulang dan bergegaslah Fatimah kembali ke rumah Muthi’ah.
Aku jadi berdebar-debar, sambut Muthi’ah. Gerangan apakah yang membuatmu begitu ingin ke rumahku, wahai putri nabi?
Memang benarlah, Muthi’ah,” kata Fatimah.
Ada berita gembira buatmu dan ayahku sendirilah yang menyuruhku ke sini. Ayahku mengatakan bahwa engkau adalah wanita berbudi sangat baik, karena itulah aku ke sini untuk meneladanimu wahai Muthi’ah.
Wanita mana yang tak gembira mendengar Rasulullah memuji dirinya sedemikian rupa. Namun Muthi’ah masih ragu.
“Engkau sedang bercanda, sahabatku?” tanya Muthi’ah menyelidik. “Aku ini wanita biasa yang tidak punya keistimewaan apa pun seperti yang engkau lihat sendiri.”
“Aku tidak berbohong, wahai Muthi’ah, karena itu ceritakan kepadaku agar aku bisa meneladaminya.”
Siti Muthi’ah terperangah. Ia pun terdiam. Hening. Lalu tanpa sengaja Fatimah melihat sehelai handuk kecil, kipas, dan sebilah rotan di ruangan itu.
“Buat apa ketiga benda itu, Muthi’ah?” tanya Fatimah. Ia pun bercerita.
“Engkau tahu Fatimah, suamiku seorang pekerja keras memeras keringat dari hari ke hari. Aku sangat sayang dan hormat kepadanya. Begitu kulihat ia pulang kerja, cepat-cepat kusambut kedatangannya. Ku buka bajunya, kulap tubuhnya dengan haduk keicl ini hingga kering keringatnya. Ia pun berbaring di tempat tidur melepas lelah. Lalu kukipasi dia hingga hilang lelahnya atau tertidur pulas.”
“Sungguh luar biasa pekertimu, Muthi’ah,” komentar Fatimah. “Lalu untuk apa rotan itu?”
“Setelah itu, aku kemudian berpakaian semenarik mungkin untuknya. Sesudah ia bangun dan mandi, kusiapkan pula makanan dan minuman untuknya. Setelah semuanya selesai, aku bertanya padanya. Oh, kakanda, bilamana pelayananku sebagai istri dan masakanku tidak berkenan di hatimu, aku ikhlas menerima hukuman. Pukullah diriku dengan rotan ini dan sebutlah kesalahanku agar tidak kuulang.
“Seringkah engkau dipukul olehnya, wahai Muthi’ah?” Tanya Fatimah berdebar-debar mendengar keterangan Muthi’ah yang mengagumkan itu.
“Tidak pernah, Fathimah. Bukan rotan yang diambilnya justru akulah yang ditarik dan didekapnya penuh kemesraan. Itulah bagian kebahagiaan kami sehari-hari.”
“Jika demikian, sungguh luar biasa, wahai Muthi’ah. Sungguh luar biasa! Benarlah kata ayahku, bahwa engkau memang perempuan yang berbudi pekerti sangat mulia,” kata Fatimah terkagum-kagum.
oleh: Firmansyah
Al Makmun bin Abdullah Abul Abbas
Mendengar nama Al Makmun tentu kebanyakan kita langsung terbersit dengan sosok yang kejam. Sebab dialah yang memberikan hukuman cambuk kepada Imam Ahmad karena tidak mau mengatakan Al Quran adalah makhluk.
Sosok bengis tak berperikemanusiaan dan gambaran-gambaran lainnya. Tapi, siapa sangka ternyata dirinya tidak seperti dalam benak kita selama ini. Banyak keutamaan yang dia miliki –walaupun tidak kita pungkiri fitnah yang ditimbulkannya tidak kalah dahsyat-.
Al Makmun Abdullah Abu AL Abbas bin Ar Rasyid, dilahirkan pada tahun 170 H. Tepat pada malam Jum’at di pertengahan bulan Rabiul Awwal. Pada malam itu bersamaan dengan kematian al Hadi dan digantikan oleh ayahnya, Ar Rasyid. [Read more…]
Ahmad Bin Hambal
Nama beliau
Dialah imam Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdillah bin Hayyan bin Abdillah bin Anas bin Auf bin Qosith bin Mazin bin Syaiban bin Dzahl bin Tsa’labah bin ‘Ukabah bin Sho’b bin Aly bin Bakar Wail bin Qosith bin Hinbun bin Aqso Asy Syaibani Al Maruzy adz Dzuhly al Baghdady.
Nasab dan kelahirannya
Beliau dilahirkan pada bulan Rabiul Awal tahun 164 Hijriyah di Baghdad ibukota ketika itu. Hal ini sebagaimana yang diceritakan oleh putranya Shalih dan Abdullah. Tidak ada yang berselisih tentang tahun kelahirannya. Hal ini disebabkan beliau mengetahui tahun kelahirannya dan menyebutkannya. Berbeda dengan imam Abu Hanifah dan imam Malik yang para ulama berselisih. [Read more…]
- « Previous Page
- 1
- …
- 19
- 20
- 21