Makalah sederhana ini berbincang tentang shalat kusuf, yang dalam hal ini meliputi beberapa pertanyaan:
1. Hukum melaksanakan shalat kusuf pada saat matahari tertutup mendung, dan tidak kelihatan, sementara berdasarkan berita di surat kabar akan ada gerhana pada jam sekian-sekian, bi idznillah. Pertanyaannya, apakah tetap melaksanakan shalat gerhana sekalipun tidak kelihatan? [Read more…]
Kena Najis? Haruskah Mengulang Wudhu?
Pertanyaan:
Ada sebuah pertanyaan menarik, “Apa hukum orang yang terkena percikan air kencing ketika dia sedang kencing seperti biasa, atau kencing dengan terburu-buru?”. Pertanyaan ini menarik karena akan memunculkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pertanyaan di atas. Misalnya, apakah ia harus mandi karena pakaiannya terkena percikan air kencingnya (baca: najis)? Apakah harus dicuci secara keseluruhan ataukah hanya bagian yang terkena najis saja? Apa hukumnya bila seorang muslim ragu jika ia belum mencuci bagian yang terkena najis? Apakah orang yang sudah shalat, sementara dia ragu (bahwa ia belum mencuci bagian yang terkena najis) harus mengulangi shalatnya? Lantas, apa perbedaan antara hadats dan najis? [Read more…]
Sudahkah Shalat Merasuk Dalam Jiwa Kita?
Tidak ada yang berbeda pada Subuh hari itu, terdengar Iqamat berkumandang, kaum muslimin di masjid Nabawi berbaris lurus dan rapat untuk shalat. Selesai memeriksa barisan, Imam menghadap kiblat dan mengangkat tangannya. Terdengar suara takbir, para makmum pun bertakbir. Suasana sunyi sejenak, kemudian terdengar bacaan surat al fatehah. Makmum menyimak al fatehah dengan khusyu’, kemudian mengucapkan Amin setelah imam membaca ayat terakhir al fatehah. Setelah diam sejenak, imam memulai membaca surat Yusuf.
Ya, surat yusuf. Ini bukan shalat subuh di tahun 2011, peristiwa ini terjadi tahun 23 H, tahun 644 MasehiImamnya adalah Umar bin Khattab, makmumnya adalah para sahabat. .Umar biasa membaca surat An Nahl, Hud dan Yusuf pada shalat subuh. Inilah hari terakhir Umar bin Khattab shalat subuh di masjid Nabawi. [Read more…]
Hukum Mengangkat Kedua Tangan ketika Mengamini Doa Khatib
Hukum Mengangkat Kedua Tangan ketika Mengamini Doa Khatib
Pertanyaan:
“Bagaimana hukum mengangkat tangan ketika khatib berdoa saat khutbah jum’at, dan hukum mengucapkan amin pada saat itu juga? (+6283843029XXX).”
Jawaban:
Pertanyaan senada juga pernah diajukan, “apa yang disyariatkan ketika khatib berdoa dalam shalat Jum’at? Apakah kita mengamini doa imam sembari mengangkat kedua tangan ataukah cukup mengamini saja tanpa mengangkat kedua tangan?”
Lalu dijawab, “Dia (khatib) tidak perlu mengangkat kedua tangan, dan kalian juga tidak perlu mengangkat tangan-tangan kalian. Mengamini adalah antara dirimu dan jiwamu. Ia (khatib) sedang berdoa, dan tidak perlu mengangkat kedua tangan kecuali dalam shalat istisqa’. Jika sedang meminta hujan, maka ia mengangkat kedua tangannya, dan mereka (makmum) mengangkat tangan-tangan mereka. Adapun doa yang biasa dilantunkan dalam khutbah, maka ia tidak perlu mengangkat kedua tangannya, begitupula dengan makmum. Karena Nabi tidak mengangkat (kedua tangannya) dalam khutbah ketika beliau sedang khutbah Jum’at.” [1]
Jadi, yang disunahkan bagi orang yang mendengar doa khatib pada hari Jum’at adalah mengamini doanya. Ini adalah pendapat jumhur ahlul ilmi, yaitu Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah. Di dalam At-Tâj dan Al-Iklîl li Mukhtashar Khalîl, menukil dari Al-Baji, ia berkata, “Tidak ada perselisihan pendapat dalam masalah mengamini doa khatib. Karena mengucapkan amin dituntut dari mereka. Hanyasaja yang menjadi perselisihan pendapat adalah tentang dibaca pelan-pelan (sirr) atau keras (jahr). Malikiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa pengucapan amin dilakukan secara pelan-pelan, sedangkan Syafi’iyah berpendapat pengucapan amin dibaca tanpa mengeraskan suara, sedangkan menurut Hanafiyah, pengucapan amin tidak dilakukan dengan lisan, tetapi cukup dalam diri sendiri. Makmum juga tidak perlu mengangkat kedua tangannya ketika sedang mengucapkan amin, karena tidak ada riwayat tentang hal tersebut. Padahal beliau saw sering shalat bersama para shahabatnya. Seandainya ada riwayat bahwa mereka mengangkat tangan-tangan mereka niscaya riwayat tersebut akan sampai kepada kita, begitupula dengan khatib, ia tidak mengangkat kedua tangannya ketika sedang berdoa. Wallahu A’lam. [2]
Sebagai tambahan terkait dengan mengangkat tangan ketika berdoa; sudah maklum bahwa mengangkat kedua tangan ketika berdoa termasuk sebab dikabulkannya doa, tetapi hal ini disyariatkan secara mutlak dan muqayyad. Artinya, disyariatkan mutlak dalam doa yang mutlak, dan disyariatkan muqayyad dalam doa-doa yang ada dalil bahwa ia termasuk doa yang muqayyad. Maknanya, mengangkat kedua tangan tidak disyariatkan dalam setiap doa yang muqayyad, seperti doa pada penghujung shalat sebelum salam, atau setelah salam. Karena di dalam as-Sunnah tidak ada riwayat yang menunjukkan hal tersebut. Yang disyariatkan adalah mengangkat kedua tangan sesuai dengan apa yang ditunjukkan oleh as-Sunnah tentang pensyariatannya, seperti doa setelah melempar jumrah pertama dan kedua, ketika berada di Shafa dan Marwa, dan pada waktu istisqa, serta yang lainnya, yang ditunjukkan oleh as-Sunnah untuk mengangkat kedua tangan. Oleh karenanya, para makmum tidak disyariatkan untuk mengangkat tangan-tangan mereka ketika khatib berdoa di atas mimbar pada hari Jum’at. Imam Muslim rahimahullah mengeluarkan hadits dari Umarah bin Ru’aibah, bahwa ia melihat Bisyr bin Marwan mengangkat kedua tangannya di atas mimbar, lalu beliau berkata, ‘Semoga Allah memburukkan kedua tangan ini. Sungguh, aku melihat Rasulullah saw tidak lebih mengatakan dengan tangannya seperti ini –beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk. An-Nawawi berkata, “Di dalam hadits ini, yang disunahkan adalah tidak mengangkat tangan dalam khutbah.” [3]
Di dalam Tuhfatul Ahwâdzi juga disebutkan, “Hadits ini menunjukkan tentang makruhnya mengangkat tangan di atas mimbar ketika berdoa.” [4]
Kesimpulannya, para makmum diperkenankan mengamini doa khatib pada hari Jum’at, hanyasaja itu dilakukan dalam diri sendiri, tidak dikeraskan. Dan tidak disyariatkan mengangkat tangan pada saat mengamini doa khatib, bahkan sebagian ahlul ilmi memandang bahwa hal tersebut (mengangkat kedua tangan) adalah bid’ah.[5]
Akhukum fillah.
Bolehkah Menshalatkan Jenazah yang Diragukan Apakah ia Shalat atau tidak?
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum..afwan ana mau tanya: apa hukum shalat ghaib; kalau disyariatkan, apakah khusus untuk jenazah yang belum dishalatkan ataukah untuk jenazah yang sudah dishalatkan juga diperbolehkan?, serta bagaimanakah hukum menshalatkan jenazah sementara kita tidak tahu apakah dia shalat atau tidak; bolehkah kita menshalatkannya?” jazakumullah. (+628773111XXX) [Read more…]