Ketika melihat lelaki yang melaksanakan sholat dengan cepat, Urwah bin Jubair memanggil lelaki tersebut sembari berkata, “Wahai saudaraku, Apakah kamu tidak memiliki kebutuhan yang kamu inginkan dari Robb mu ketika sholat ? Sungguh, aku benar-benar meminta kebutuhan-kebutuhanku kepada Robb ku hingga aku meminta garam sekalipun .” (al-Bidayah Wa an Nihayah : 9/ 103)
Jangan Terima Hadiahnya
عَبْدُ اللهِ بْنُ حُبَيْقٍ قَالَ : قَالَ حُذَيْفَةُ الْمَرْعَشِيُّ : إِيَّاكُمْ وَهَدَايَا الْفُجَّارِ وَالسُّفَهَاءِ فَإِنَّكُمْ إِنْ قَبِلْتُمُوْهَا ظَنُّوْا أَنَّكُمْ قَدْ رَضِيْتُمْ فِعْلَهُمْ
.
Abdullah bin Hubaiq berkata, Hudzaifah al Mar’asyi berkata, “Janganlah menerima hadiah dari para pendosa dan orang-orang bodoh, karena jika kalian menerimanya mereka akan menyangka bahwa kalian meridhai perbuatan mereka.” (Shifatus Shafwah : IV/270 dalam Ensiklopedi Hikmah).
Syukur
عَنِ الْمُغِيْرَةِ بْنِ عُيَيْنَةَ قَالَ : قَالَ دَاوُدُ عَلَيْهِ السَّلَامُ : « يَا رَبِّ ، هَلْ بَاتَ أَحَدٌ مِنْ خَلْقِكَ اللَّيْلَةَ أَطْوَلُ ذِكْرًا لَكَ مِنِّيْ ؟ فَأَوْحَى اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِ : نَعَمْ ، الضِّفْدَعُ ، وَأَنْزَلَ اللهُ عَلَيْهِ : ( إِعْمَلُوْا آلَ دَاوُدَ شُكْرًا وَقَلِيْلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ ) قَالَ : يَا رَبِّ ، كَيْفَ أَطِيْقُ شُكْرَكَ وَأَنْتَ الَّذِيْ تَنَعَّمَ عَلَيَّ ، ثُمَّ تَرْزُقُنِيْ عَلَى النِّعْمَةِ ، ثُمِّ تَزِيْدُنِيْ نِعْمَةً نِعْمَةً ؛ فَالنِّعَمُ مِنْكَ يَا رَبِّ ، وَالشُّكْرُ مِنْكَ ، فَكَيْفَ أَطِيْقُ شُكْرَكَ يَا رَبِّ ؟ قَالَ : الْآنَ عَرَفْتَنِيْ يَا دَاوُدُ حَقَّ مَعْرِفَتِيْ »
Dari Mughirah bin Uyainah berkata, Dawud Alaihis salam berkata, “Duhai Rabb, apakah ada salah satu dari hamba-Mu yang banyak berdzikir kepada-Mu pada malam hari ini melebihi aku?” Allah berfirman, “Ya, yaitu katak.” Dan Allah menurunkan firman-Nya, “Bekerjalah hai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba Ku yang berterima kasih.” (Saba : 13), Dawud berkata, “Duh Rabb, bagaimana mungkin aku mampu bersyukur kepada-Mu sementara Engkau lah yang memberikan nikmat kepadaku, Engkau lah yang memberikan rizki kepadaku di atas nikmat itu, kemudian Engkau lah yang menambahi nikmat kepadaku, nikmat demi nikmat, semua nikmat berasal dari-Mu ya Rabb, dan syukur juga berasal dari-Mu, maka bagaimana mungkin aku mampu bersyukur kepada-Mu ya Rabbi?” Allah berfirman, “Sekarang, kamu benar-benar telah mengenal-Ku wahai Dawud.” (Az-Zuhd, 105).
Mental Banci
ياَ مُخْنِثَ الْعَزْمِ …أَيْنَ أَنْتَ وَالطَّرِيْقُ ؟؟
طَرِيْقٌ تَعِبَ فِيْهِ أدَمٌ، وَنَاحَ لِأَجْلِهِ نُوْحٌ، وَرُمِيَ فِي النَّارِ الْخَلِيْلُ، وَأُضْجِعَ لِلذَّبْحِ إِسْمَاعِيْلُ، وَبِيْعَ يُوْسُفُ بِثَمَنٍ بَخْسٍ وَلَبِثَ فِي السِّجْنِ بِضْعَ سِنِيْنَ، وَنُشِرَ بِالْمِنْشَارِ زَكَرِيَّا وَذُبِحَ السَّيِّدُ الْحَصُوْرُ يَحْيَ، وَقَاسَى الضَّرَّ أَيُّوْبُ، وَزَادَ عَلَى الْمِقْدَارِ بُكَاءُ دَاوُدَ، وَسَارَ مَعَ الْوَحْشِ عِيْسَى، وَعَالَجَ الْفَقْرَوَأَنْوَاعَ الْأَذَى مُحَمَّدٌ، تَزْهَا أَنْتَ بِاللَّهْوِ وَالتَّعَبِ
Wahai orang yang bermental BANCI…, dimana anda dari jalan ?? Jalan di mana di atasnya; Adam kelelahan, Nuh meratap sedih, al-Khalil Ibrahim dilemparkan ke dalam api, Ismail dibentangkan untuk disembelih, Yusuf dijual dengan harga murah dan mendekam dalam penjara selama beberapa tahun, Zakariya digergaji, Yahya disembelih, Ayyub menderita penyakit, tangisan Dawud melebihi batas kewajaran, Isa berjalan kesusahan seorang diri, dan Muhammad mengalami kemiskinan dan berbagai siksaan. Sedangkan anda malah bersantai dengan kelalaian dan permainan ?? .”
(al-Fawa’id, Ibnul Qayyim (691 H- 751 H). Hal : 49. Tahun : 1993. Darul Fikr, Beirut).
Permisalan Orang Mukmin
عَنْ قَتَادَةَ أَنَّ مُوَرِّقًا قَالَ : مَا وَجَدْتُ لِلْمُؤْمِنِ مَثَلًا إِلَّا مِثْلَ رَجُلٍ فِي الْبَحْرِ عَلَى خَشَبَةٍ فَهُوَ يَدْعُو: يَا رَبِّ يَا رَبِّ، لَعَلَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يُنْجِيَهُ.
Dari Qatadah bahwa Muwarriq berkata, “Aku tidak mendapatkan permisalan bagi orang mukmin kecuali seperti lelaki di tengah lautan yang berpegangan pada sebuah kayu, lalu dia berdoa, “Ya Rabb, ya Rabb.” dia berharap semoga saja Allah Azza wa Jalla menyelamatkannya.” (Shifatus Shafwah : III/250, dalam Ensiklopedi Hikmah, nomor 339, hlm. 207).
- 1
- 2
- 3
- …
- 9
- Next Page »