Suami tak bernurani
Oleh : Akhi Ibnu Abdul Bari el-‘Afifi
Berdasarkan curhat seorang istri kepada Ustadz Imtihan asy Syafi’I
Pada tanggal 04 September 2010 pukul 6.52 melalui web seluler,status beliau berisi,
“Di pagi buta, seorang perempuang mengadukan suaminya yang berzina dengan seseorang yang dikenalnya lewat facebook… jaga aku, ya Allah…” begitu juga dengan kami ya Allah….,
Kutulis catatan ini bukan untuk mengata-ngatai atau membuka aib saudara sendiri. Bukan. Sama sekali bukan. Karena aku sadar, dan yakin dengan nasehat salaf yang pernah disebutkan oleh Imam Ahmad dalam bukunya, az Zuhd, “Seolah menjadi ijma’ salaf bahwa orang yang memaki-caci saudaranya yang diuji maksiat oleh Allah Ta’ala, ia akan diuji dengan maksiat yang serupa sebelum ajal menjemputnya.” Dan aku menghawatirkan itu terjadi padaku. Nas’alullahal ‘afiyah. Sekali lagi, ini bukan untuk membuka aib saudara sendiri tetapi ini justru sebagai bentuk ishlah, usaha melakukan perbaikan, dan wujud saling nasehat-menasehati.
Jujur, ada selaksa rasa berkecamuk dalam jiwa ketika menuliskan kisah ini. Malu. Sedih. Sesal. Terpukul. Semua rasa bersatu-padu. Hingga terbesit dalam hati, “Betapa teganya, lantas dimanakah nuraninya? Betapa kejamnya ia membuat derai airmata istrinya tertumpah-ruah, demi mengikuti hawa nafsunya….., untuk mencicipi seorang perempuan yang tidak halal baginya. Padahal, ia sadar dan faham bahwa zina adalah haram hukumnya. Ia telah mengkhianati istri yang dengan setia menemani dan membersamainya, dalam suka dan duka. Lebih menyedihkan lagi, ia adalah saudara seislam. Yang faham. Yang sering ikut kajian, dan mengikuti halaqah-halaqah untuk menimba ilmu keislaman.
Hati mukmin mana yang tidak sedih….,
hati mukmin mana yang tidak tersakiti…,
hati mukmin mana yang tidak tersiksa…,
hati mukmin mana yang tidak terkoyak….,
hati mukmin mana yang tidak tercabik…..,
hati mukmin mana yang tidak menjerit…,
hati mukmin mana yang tidak menangis….,
ketika mendengar saudara seiman yang dahulu akrab dan aktif dalam kajian keislaman, melakukan perbuatan nista; berzina dengan teman facebooknya…., Allah, Allah….allahumma habbil ilainal iman wa zayyinhu fi qulubina wa karrih ilainal kufra wal fusuqa wal ishyan… Amin, amin ya Allah…,jadikanlah iman sebagai sesuatu yang paling kami cinta, dan hiaskanlah pada hati-hati kami, dan jadikanlah kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan sebagai sesuatu yang kami benci hingga kami bersua dengan-Mu, nanti…
Dari sini semua bermula…,
Sebagaimana ikhwah pada umumnya, keinginan awal berkecimpung dalam dunia maya, terkhusus lagi facebook yang menjadi sebuah fenomena yang menghipnotis semua usia, adalah untuk mereguk ilmu dan hikmah dengan seefektif dan seefisien mungkin. Mendapat banyak manfaat tanpa perlu berpindah-pindah tempat mendatangi pengajian. Cukup duduk di depan internet. Semua catatan yang berisi nasehat dan siraman ruhani bisa dengan mudah didapatkan, dan dibaca sesukanya. Itu niatan awalnya….,
Namun, sebagaimana yang kita tahu bersama, facebook kurang terasa sempurna tanpa memiliki banyak teman. Sehingga ia add teman-teman yang ia kenal, dan tidak ia kenal. Awalnya mungkin hanya lelaki saja. Namun setelah berlalu beberapa bulan, ia jenuh. Kurang lengkap rasanya bila facebooknya tidak ada teman perempuan. Ia add teman perempuan, sebanyak-banyaknya…., dan di kemudian hari, ia tertarik dengan salah satu dari mereka.
Ia saling berkirim jawab-tanya dengan status-statusnya…, dan berkirim pesan rahasia via inbox. Akhirnya, ia pun jatuh cinta. Cinta yang membutakan hatinya, dan membuatnya jauh dari Allah Ta’ala.
Syetan berhasil, dan tertawa karena mampu menjerumuskan anak adam ke lembah dosa, tidak hanya di dunia nyata tetapi juga dunia maya. Lahan garapan syetan semakin luas sementara anak adam tidak menyadarinya kecuali orang-orang yang dijaga oleh Allah Ta’ala. Semoga kita termasuk bagian dari mereka. Amin.
Tidak puas, ia saling chat…, saling tanya alamat rumah, pendidikan, pekerjaan dan lain sebagainya. Hingga berlanjut dengan curhat. Hatinya melayang mengangkasa, dan pikiran nakal mulai memenuhi otaknya. Ia dan teman perempuannya pun mengadakan kesepakatan bersama…..,
Hingga pada suatu ketika…
Mereka bersepakat untuk bertemu-tatap muka. Ikhwah ini mendatangi rumah teman facebooknya yang perempuan, yang ternyata berjarak ratusan kilo dari rumahnya. Gila. Tetapi begitulah, ikhwah ini merasakan jarak yang sedemikian jauh terasa dekat karena ingin berasikmasyuk dengan teman perempuan yang membuatnya seringkali tidak bisa tidur. Yang seringkali, bayangan fotonya menggangu istirahatnya. Benar kata Nabi, “Hubbuka lisy syai’ yu’mi wa yushimmu, cintamu kepada sesuatu bisa membutakan dan membuatmu tuli.”
Ketika bertemu, mata mereka saling beradu pandang. Masing-masing mendekat seolah ada magnet yang menggerakkan mereka berdua, dan syetan lagi-lagi tertawa. Beradu pandang, lalu berjabat tangan mesra, dilanjutkan dengan menumpahkan kerinduan terlarang dengan beradu mulut, saling berpeluk-cium, lalu tubuh saling merapat, dan saling menjamah tubuh yang berada di pelupuk matanya, lalu beradegan ranjang laiknya suami istri di tempat yang sudah disiapkannya….ia telah berzina dengan sebenar-benarnya zina…., melakukan perbuatan nista. Akumulusi dosa yang bertumpuk hingga zina ini merupakan rangkaian dari akibat buruk dosa itu sendiri. Ibnu Qayyim al Jauziyyah menjelaskan, “Inna min uqubatis sayyi’ah as Sayyi’atu ba’daha…,sesungguhnya akibat dari berbuat kemaksiatan adalah melakukan kemaksiatan setelahnya.” Artinya, kemaksiatan memiliki magnet bagi kemaksiatan yang lainnya. Dan, zina kemaluan ini tidak mungkin terjadi kecuali ia merupakan maksiat ke-sekian yang didahului maksiat beraneka rupa.
Padahal ia seharusnya sadar…..,
Pada saat ia melakukan semuanya; saat ia mencumbui perempuan yang tidak halal baginya, saat ia menikmati semua lekak-lekuk tubuh perempuan yang dizinainya…..,
Di sana ada malaikat hafazhah, yang akan mencatatkan semua perbuatannya…
Di sana ada bumi yang akan merekam semua jejak amalnya …
Di sana juga ada anggota badan yang membersamainya, yang kelak akan menggugat dirinya sendiri; tangan akan bicara dan kaki akan menjadi saksi atas semua yang pernah terjadi; atas lezatnya maksiat yang pernah ia cicipi, besar-kecilnya, samar-jelasnya, tersembunyi-nyatanya….
Lebih dari itu, Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui segalanya. Dzat yang telah memberikan berbagai karunia dan nikmat tak terhingga itu ia khianati, dan ia maksiati…, sedang Allah masih bersabar karena masih memberikan kesempatan bertaubat kepadanya. Padahal Allah Maha Kuasa memberikan balasan setimpal seketika itu juga….., Demi Allah, Dia Maha Kuasa memberikan balasan setimpal seketika itu juga….,
Ia pun mengaku…
Seminggu pergi meninggalkan istri di rumah sendirian ternyata disalahgunakan oleh ikhwah ini. Ia khianati keshalihan istrinya yang selalu menanti datangnya penuh harap, yang merindui pelukan hangatnya, yang selalu memohon kebaikan baginya di setiap bait-bait doanya, dan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri semampu yang ia bisa.
Beberapa hari berada di rumah, ikhwah ini dihantui rasa bersalahnya. Dihantui dosa yang zina yang dilakukannya. Sehingga ia berinisiatif untuk berterus terang kepada istrinya. Ia mendatangi istrinya, sedang kepalanya tidak berani tertegak, karena ia merasa harga dirinya jatuh di mata Allah, dan juga di mata manusia.
Di hadapan istrinya itu, ia mengaku dengan muka malu dan rasa hati yang tidak karuan, “Mi, bagaimana kalau abi meninggalkan umi dalam jangka waktu yang lama?.” dan perpisahan yang dimaksud ikhwah ini adalah ia siap hidup berpisah bila istrinya mengajukan khulu’ kepadanya. Ia siap dengan konsekwensi pengakuannya, agar dosa zina yang selalu menghantuinya diketahui istrinya dan tidak ada yang ia tutup-tutupi .
Istrinya menimpali dengan jawaban yang menunjukkan kepribadiannya yang shalihah, dan dengan tersenyum manis, ia menjawab, “Kalau untuk berjihad, tidak apa-apa bi…umi ikhlash.”
Jawaban, yang dalam kondisi normal, membuat suami manapun tersenyum bangga, namun bagi ikhwah ini, jawaban ini malah menjadi pukulan mematikan baginya. Ia serasa dihujam tombak, atau dihujani peluru yang memberondong tubuhnya. Ia lemas. Terkulai. Serasa tak mampu ia menyangga tubuhnya. Dalam hati, ia berkata kepada diri sendiri, “Mi, abi sudah tidak pantas beristrikan kamu lagi mi…., tidak pantas jiwa yang kotor ini membersamai dirimu yang shalihah. Diri ini tidak pantas mi…. tidak pantas.”
Dengan memeramkan mata, dan menahan nafas berat ia ucapkan kata pengakuan semampunya, sekalipun dengan suara lemah, “Mi, abi telah BERZINA dengan teman facebook mi…. maafkan abi, mi…..maafkan abi…., abi khilaf.., abi salah mi….”
Bumi serasa terbalik. Istrinya lebih terpukul. Lebih dahsyat dan lebih hebat. Ia serasa dijatuhi bebatuan besar seberat ratusan kilo. Wajahnya pucat dan matanya berkunang. Dan akhirnya, ia ambruk tak sadarkan diri. Ia tidak sanggup mendengar pengakuan yang barusan terlontar dari mulut suaminya. Suami, yang beberapa tahun lalu meminangnya, sekarang berbalik mengkhianati ikatan suci pernikahannya. Suami, yang memberikan sejuta kenangan indah sekarang memberikan pil pahit yang merusak semuanya. Ah, malangnya….
Istrinya pun menangis…
Hanya menangis. Dia tidak tahu harus berkata dan berbuat apa. Dia tidak tahu harus bagaimana. Beberapa malam kemudian, bersama suami yang duduk di sampingnya, diteleponnya seorang ustadz yang dianggapnya dapat memberikan pencerahan dan solusi atas peristiwa terberat yang pernah ia lalui dalam rumah tangganya. Peristiwa yang mungkin tidak akan pernah dilupakannya, bahkan mungkin sampai ajal menjemputnya kelak.
Dengan suasana hati yang masih berkelindan duka dan tangis yang tertahan, ia tunggu respon panggilannya. Telepon tak diangkat. Redial dilakukannya. Namun telepon tak juga diangkat. Selang beberapa waktu, nada penanda pesan berbunyi.
Pesan tertampilkan, “Siapa ini?”
Segera di-dialnya dan ia pun beruluk salam, “Assalamu’alaikum.”
Dari seberang telepon, terdengar jawab salamnya, “Wa’alaikumussalamu wa rahmatullahi wa barakatuh.”
Ditelepon pada jam sahur, apalagi oleh seorang perempuan bukanlah sesuatu yang biasa. Ustadz itu menyelidiki identitas peneleponnya, “Maaf, saya tidak kenal dengan Anda. Siapa Anda?”
“Saya fulanah, Ustadz, istrinya Fulan.” Jawabnya memperkenalkan diri seperlunya saja. Nama yang barusan disebut tidaklah asing bagi sang ustadz. Dia kenal dengan laki-laki suami perempuan itu.
“Ada yang bisa saya bantu?”
“Begini, Ustadz,” dan perempuan itu pun menceritakan badai yang tengah mengamuk di rumahnya. Semua dibeberkannya dengan gamblang. Tak ada yang ditutupinya. Dia benar-benar ingin mendapatkan jawaban atas prahara yang menderanya.
Bagi sang ustadz, curhat itu terasa lama. Sangat lama bahkan. Karena mengkhawatirkan terjadinya fitnah, sang ustadz langsung mengingatkan, “Maaf, kita bukan mahram jadi tidak baik ngobrol di telepon sepertiini.”
Kemudian beliau melanjutkan tanya, “Di mana suamimu?”
“Suami saya duduk di samping saya, Ustadz,” jawabnya dengan suara terbata.
“Biarkan saya berbicara langsung dengan suamimu saja,”pinta sang ustadz.
“Dia tidak sanggup, Ustadz. Dia tidak sanggup dan tidak berani berbicara dengan Ustadz. Dia malu.” Tangis perempuan itu tak tertahankan lagi.
Perempuan itu memungkasi kisah pedihnya dengan pertanyaan, “Ustadz, apa yang harus kami lakukan?”
“Saya belum bisa menjawab,” jawab ustadz itu.
Selang beberapa hari kemudian, perempuan itu mendapatkan pesan elektronik dari ustadz yang beberapa hari lalu diteleponnya. “Status pernikahan kalian masih tetap, namun jika Anti mengajukan khulu’ (gugat cerai), syariat membolehkannya.”
Saudaraku….,
Ini fakta. Dan betul-betul terjadi. Seorang ikhwah berbuat nista dan melakukan perbuatan keji dengan teman facebooknya. Catatan ini berdasarkan kisah yang dipaparkan oleh ustadz yang dicurhati istri ikhwah di atas, dan penulisan ini pun berdasarkan izinnya. Semoga menjadi pelajaran bagi kita semuanya, betapa kita harus menjaga masing-masing diri kita. Ila aina nahnu, ila naarin au ila jannatin, kemana langkah ini kita ayunkan…., ke neraka ataukah ke surga? Semua tergantung pada pilihan kita. Semoga Allah senantiasa memberikan taufik agar kita mudah beramal shalih dan meninggalkan maksiat, hingga akhir hayat kita. Amin.
Himbauan kami, bila ada pesan moral yang tersampaikan dalam tulisan ini, sangat dipersilahkan bagi para pembaca untuk menyebarluaskannya. Agar manfaatnya bisa dinikmati oleh teman-teman yang lainnya. Semoga usaha kita dalam nasehat-menasehati dicatat oleh Allah sebagai kebaikan di sisi-Nya.
_________________________
Dan ustadzku pun cemburu….,
Ketika kisah di atas diceritakan kepada kami, ada ustadz yang berkata, “Wan, dengerin tuh…”
“Insya’Allah tidak lah tadz…, masa sebegitunya?”
“Hati-hati….kan, teman facebookmu banyak.”
“Teman facebook yang dulu mencapai 4.000-an lebih sudah ana deletin ustadz?”
“Lah anggota group oaseimani-mu kan sampai 4.000-an lebih. Banyak yang bilang, “Ustadz..ustadz….”
Aku tidak membantah. Aku hanya berhusnudhon. Yah, ustadz itu cemburu….cemburu untuk kebaikanku, karena menghawatirkan ‘iffah murid tercintanya (jiah…., ^_*). Apalagi, sebelumnya ustadz ini pernah mewakili jeritan akhwat-akhwat binaannya ketika sedang makan siang bersama, “Ada sejuta tanya dalam benak akhwat-akhwat, “Kenapa ikhwan sekarang banyak yang mencari akhwat kuliahan?” statement ini terlontar untuk menyindir teman-teman seangkatan yang memang lebih banyak memilih akhwat kampusan tinimbang akhwat pondok-an. Kenapa? Tak tahulah….,
Kecemburuan seperti ini, dulu pernah aku rasakan ketika ada seorang teman seangkatan, -yang aku tahu kebaikan dirinya karena hampir 4 tahun hidup bersama dengan durasi 24 jam setiap harinya-, berkomentar di salah satu status temannya yang perempuan. Jujur, aku cemburu. Cemburu….,
“InnAllaha yagharu, wa ghiratullahi an ya’tiyal mu’minu ma harramAllahu….,Sesungguhnya Allah pun cemburu. Allah cemburu ketika ada seorang mukmin melakukan apa yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari-Muslim).
Semoga bermanfaat.
Salam ukhuwah dari akhukum fillah,
Ibnu Abdul Bari el-‘Afifi.
Dj says
saya, seorang istri. suami saya pernah berzinah dan saya mengetahuinya bukan dari pengakuannya, tapi karena saya menemukan video perbuatan mesum dia di camera digital saya. saya adalah istri yg setia, tidak pernah mengeluh, tidak pernah menuntut, tidak pernah meminta apapun. saya bekerja dan membantu suami dalam memenuhi kebutuhan kami. saya adalah istri yang rajin beribadah. dan suami saya bukan seorang imam yang baik karena dia tidak rajin sholat atau puasa. Saya sering menangis melihat kemalasannya dalam beribadah, sehingga saya sering berdoa agar dia diberi hidayah oleh Allah, hingga akhirnya Allah menunjukkan kebejatan dia. hingga kini, saya belum menggugat cerai dia, karena saya merasa kasihan terhadap anak2 dan dia. jika saya meninggalkan dia, maka saya takut dia tidak sanggup membiayai anak2 kami. malah dia pernah mengancam akan meninggalkan kami jika sy menceraikannya, sehingga saya masih bertahan hingga kini. Rumah, mobil dan semua harta kami adalah jerih payah saya, dan itu saya lakukan dengan ikhlas karena saya ingin membuat suami dan anak2 saya bahagia. prinsip saya adalah rela jika harus menangis sepanjang hidup asalkan mereka bahagia. sekarang hidup saya hampa, sehari2 saya lalui tanpa arah seolah saya tidak punya masa depan lagi. harta saya adalah sesuatu yang sia-sia, karena saya tidak bisa menikmatinya. bukan karena habis atau mubazir, namun saya merasa itu semua tiada arti, karena cinta saya selama ini dibalas dengan zina dan cukuplah itu membuat saya tidak punya arti lagi. Sekalipun harta melimpah, pekerjaan lancar dan menghasilkan banyak uang, semua itu hampa, saya pun tak lagi konsentrai dalam menjalani hidup, seolah saya tidak punya lagi senyum dan kebahagiaan. saya membutuhkan satu masukan agar saya dapat kembali menjalani hidup dengan normal dan bahagia… saya lebih memilih meninggalkan harta saya, dari pada saya harus berada dalam suasana kepedihan ini. terimakasih. saya sedikit lega bisa bercerita, mudah2an Allah memberi kelegaan yg berarti dihati saya yg setiap hari terasa semakin sesak ini.
fauzun says
sabar bu ya, Allah pasti melindungi ibu
ahmad says
judulnya lebih tepatnya
“salah satu bahaya facebook”
alhamdulillah ane ndak punya facebook
ari says
Alhamdulillah….ane punya facebook
Admin says
semoga Allah memudahkan urusanmu bu…., dan memberikan limpahan kesabaran.
marpho says
buuu,,,, aq gak bisa bayangin gimana perasaannya ibu,,,
sampai kapan trus menjadi lilin begitu,,???
aq hnya bisa ikut mendo’akan, smoga engkau diberi jalan yg terbaik dan kesabaran,,
Admin says
kita ambil hikmahnya saja, semoga kita selalu dijaga oleh Allah. amin, semoga.
Rita says
Saya pun pernah mengalami seperti cerita nyata diatas,suami sy berzina dgn teman facebooknya dan sampai saat inipun sy belum bisa memaafkan perbuatannya itu,sy ingin sekali bercerai tp merasa kasihan dgn anak-anak sy,sy bingung harus gimana?
Admin says
silahkan konsultasikan dengan orang yang antum anggap bisa menjaga aib, dan bisa memberikan solusi kepada njenengan bu…., *semoga dimudahkan dan diberi kesabaran*
saran kami; adukan semuanya kepada Allah, dan memohon agar suami bertaubat kepada-Nya, dan tidak mengulangi lagi, tentu dengan menasehati semampunya, bila memang ibu tidak mungkin untuk berpisah dengan suami karena alasan pendidikan anak-anak nantinya….., *tetapi kalau ibu merasa mampu menghidupi dan mendiri putra-putri ibu sendiri, ibu sudah memiliki alasan untuk meminta khulu’ kepada suami* ala kulli hal, silahkan tanyakan kepada ustadz yang terdekat, dan bisa memberikan solusi, karena tentu dia lebih memahami kondisi keluarga ibu. wallahu a’lam.
rita says
sy seorang istri yg jg suami saya berZinah dg adik sepupu saya ,,sampai saat ini saya msh membenci suami saya,,,sy sdh minta cerai akan ttp dia tdk mau menceraikan saya ,,,saat ini sy menjalani rumah tangga krn anak2 akan ttp sy sdh tdk ada cinta lg untuk nya ….
widie says
Saya seorg istri yg pernah dikhianati suami. Walaupun ia telah mengakuinya, tp rasanya sulit sekali utk bisa mengembalikan kepercayaan saya terhadapnya. Saya selalu dihantui oleh ketakutan2 saya sndiri. Hal ini terjadi krn suami sdh berulangkali mengingkarinya, dan (mudah2an) yg ini ia tidak akan mengingkarinya lagi. Saya bertahan demi anak2. Saya ibu rumah tangga yg tidak berpenghasilan. Setiap kali suami dinas keluar kota, saya selalu ketakutan sendiri. Ketika saya utarakan hal ini kepada suami, yg terjadi adalah ia marah besar dan mendiamkan saya. Saya tidak tau harus berbuat apa lagi. Tiap hari saya selalu menangis, saya kasihan dengan anak2 saya..
cantika says
Sayang gak ada endingny,,,bertahan atau ajukan khulu?
titut says
Hal serupa terjadi pad keluarga saya. Pernikahan dlm RT kita selama 9th lebih. Dan suami mengakui jika sdh menikah siri dan sdh mempunyai anak lg. Sungguh disayangkan jika demikian. Krn saya merasa ditipu selama ini. Suami yg saya percaya justru bermaksiat dan mendzolimi saya selama 6th.
Saya pun msh bertahan krn sdh ada anak usia 8th. Selama ini saya sdh berusaha menjadi istri solekhah. Suami saya pergi2 dr rumah alasan kerja ngompreng di stasiun, kerja di pondok temboro buat tambahan uang krn pengasilannya hanya cukup untuk byr angsuran rmh. Yang mengecewakan saya adl ketika kondisi RT yg susah spt ini bukannya justru menundukkan suami saya atas ujian dr Allah. Melainkan menjadikannya lupa diri. Lupa jika selama ini saya yg sdh memenuhi kewajiban yg seharusnya dia tunaikan untuk memenuhi makan pakaian jg kebutuhan lainnya. Lupa jika usaha counter yg suami saya kerjakan adalah modal dr saya dan org tua saya.
Jujur saya merasa ditipu selama ini. Yg dikatakan selama ini semuanya adl kebalikannya. Đan saya pun hrs realistis krn dgn keterbatasan suami saya tsb telah menunjukkan bahwa suami saya bukanlah suami yg baik dan bertanggung jwb. Apalagi suami saya sering meninggalkan rmh. Dan hal tsb membuat saya mengajukan gugatan ke PA yg saat ini masih sidang ke 2. Sungguh tdk tersersit sedikitpun saya akan menjadi janda th 2017.
Tidak ada yg menginginkan wanita menjadi janda. Namun semuanya adalah pilihan hidup. Saya pun akan ttp berusaha baik n ikhlas dlm perceraian ini ntinya krn ga ada namanya mantan anak. Yg ada adalah mantan istri. Smoga Allah ridho atas keputusan tsb.